Sabtu, 31 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM





 A.    PENGERTIAN
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B.    ETIOLOGI
Infeksi ekstrakranial , misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas

C.    PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.


Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh
 



 D.   MANIFESTASI KLINIK

1.       Kejang parsial ( fokal, lokal )
a.      Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
       Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
       Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
       Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
       Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

b.      Kejang parsial kompleks
       Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks
       Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
       Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

2.      Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a.      Kejang absens
       Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
       Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
       Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

b.      Kejang mioklonik
       Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
       Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
       Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
       Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

c.       Kejang tonik klonik
       Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
       Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
       Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
       Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

d.      Kejang atonik
       Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
       Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

E.    KOMPLIKASI
1.       Aspirasi
2.      Asfiksia
3.      Retardasi mental

F.    UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1.       Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2.      Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3.      Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
4.      Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
5.      Uji laboratorium
§         Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
§         Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
§         Panel elektrolit
§         Skrining toksik dari serum dan urin
§         GDA
§         Kadar kalsium darah
§         Kadar natrium darah
§         Kadar magnesium darah

G.   PENATALAKSANAAN MEDIS
1.       Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
2.      Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan penunjang
§         Semua pakaian ketat dibuka
§         Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
§         Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
§         Penhisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.
3.      Pengobatan rumat
§         Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan  sampai kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.
§         Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
Y         Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
Y         Kejang demam yang mempunyai ciri :
-         Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
-         Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
-         Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
-         Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
4.      Mencari dan mengobati penyebab


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
A.     Pengkajian
Pengkajian neurologik :
1.       Tanda – tanda vital
    Suhu
    Pernapasan
    Denyut jantung
    Tekanan darah
    Tekanan nadi
2.      Hasil pemeriksaan kepala
    Fontanel : menonjol, rata, cekung
    Lingkar kepala : dibawah 2 tahun
    Bentuk Umum
3.      Reaksi pupil
    Ukuran
    Reaksi terhadap cahaya
    Kesamaan respon
4.      Tingkat kesadaran
    Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
    Iritabilitas
    Letargi dan rasa mengantuk
    Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5.      Afek
    Alam perasaan
    Labilitas
6.      Aktivitas kejang
    Jenis
    Lamanya
7.      Fungsi sensoris
    Reaksi terhadap nyeri
    Reaksi terhadap suhu
8.     Refleks
    Refleks tendo superfisial
    Reflek patologi
9.      Kemampuan intelektual
    Kemampuan menulis dan menggambar
    Kemampuan membaca


B.    Diagnosa keperawatan
1.       Resiko tinggi cidera
2.      Gangguan citra tubuh
3.      Resiko tinggi koping keluarga dan koping individu tidak efektif

C.    Intervensi keperawatan
1.       Kejang
    Lindungi anak dari cidera
    Jangan mencoba untuk merestrain anak
    Jika anak berdiri atau duduk sehingga terdapat kemungkinan jatuh, turunkan anak tersebut agar tidak jatuh
    Jangan memasukan benda apapun kedalam mulut anak
    Longgarkan pakaiannya jika ketat
    Cegah anak agar tidak trpukul benda tajam, lapisi setiap benda yang mungkin terbentur dengan anak dan singkirkan semua benda tajam dari daerah tersebut
    Miringkan badan anak untuk mem fasilitasi bersihan jalan nafas dari sekret
2.      Lakukan observasi secara teliti dan catat aktiitas kejang untuk membantu diagnosis atau pengkajian respon pengobatan
    Waktu awitan dan kejadian pemicu
    Aura
    Jenis kejang
    Lamanya kejang
    Intervensi selama kejang
    Tanda tanda vital



DAFTAR PUSTAKA

1.       Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
2.      Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC.
3.      Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru
4.      Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php

Jumat, 30 Maret 2012

Insertion of a CSF shunt

  • VP shunt adalah tindakan memasang selang kecil yang menghubungkan Ventrikel
    (ruang di dalam otak) dan Peritoneal (ruang di dalam perut). Tujuannya untuk
    mengalirkan cairan yang diproduksi di dalam otak ke dalam rongga perut. Di
    dalam perut, cairan tersebut akan diserap secara alami.

  • gdata.youtube.com
    Insertion of a CSF shunt

Rabu, 28 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN BERAT BADAN LAHIR RENDAH





A.    PENGERTIAN
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir.
Dalam hal ini dibedakan menjadi :
  1. Prematuritas murni
Yaitu bayi pada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai.
  1. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.

B.    ETIOLOGI

Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :
1.       Faktor ibu
§         Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diaatas 35 tahun
§         Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
§         Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok
2.      Faktor kehamilan
§         Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
§         Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
3.      Faktor janin
§         Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
4.      Faktor yang masih belum diketahui

C.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1.       Prematuritas murni
§         BB < 2500 gram, PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm
§         Masa gestasi < 37 minggu
§         Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan, mengkilap dan licin
§         Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura lebar
§         Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum tertutup oleh labia mayora, pada laki-laki testis belum turun.
§         Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah tangan belum sempurna
§         Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat terlihat
§         Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk dengan baik
§         Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah
§         Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering mengalami apnea, otot masih hipotonik
§         Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk belum sempurna

2.      Dismaturitas

§         Kulit berselubung verniks kaseosa tipis/tak ada,
§         Kulit pucat bernoda mekonium, kering, keriput, tipis
§         Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan kuat
§         Tali pusat berwarna kuning kehijauan

D.   KOMPLIKASI

§         Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran hialin
§         Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
§         Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
§         Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
§         Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
§         Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal

 E.    PENATALAKSANAAN MEDIS
§         Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
§         Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
§         Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
§         Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat

F.    ASUHAN KEPERAWATAN

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan


1.













2.


Pola nafas tidak efektif  b/d tidak adekuatnya ekspansi paru










Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan


Pola nafas yang efektif

Kriteria :
§     Kebutuhan oksigen 
    menurun
§     Nafas spontan, adekuat
§     Tidak sesak.
§     Tidak ada retraksi


Pertukaran gas adekuat

Kriteria :
§     Tidak sianosis.
§     Analisa gas darah normal
§     Saturasi oksigen normal.


§     Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
§     Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
§     Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan








§     Lakukan isap lendir kalau perlu
§     Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
§     Observasi warna kulit
§     Ukur saturasi oksigen
§     Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
§     Lapor dokter apabila terdapat  tanda-tanda perburukan pernafasan
§     Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
§     Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan



No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria

Rencana Tindakan



3.













4.













5


Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat


Resiko tinggi hipotermi atau hipertermi b/d imaturitas fungsi termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan



Hidrasi baik

Kriteria:
§     Turgor kulit elastik
§     Tidak ada edema
§     Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
§     Elektrolit darah dalam batas normal



Nutrisi adekuat

Kriteria :
§     Berat badan naik 10-30 gram / hari
§     Tidak ada edema
§     Protein dan albumin darah dalam batas normal




Suhu bayi stabil
§     Suhu 36,5 0C -37,2 0C
§     Akral hangat











§     Observasi turgor kulit.
§     Catat intake dan output
§     Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit
§     Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah








§     Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
§     Observasi dan catat toleransi minum
§     Timbang berat badan setiap hari
§     Catat intake dan output
§     Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu





§     Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai
§     Hindarkan bayi kontak langsung dengan benda sebagai sumber dingin/panas
§     Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau kalau perlu
§     Ganti popok bila basah






No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria

Rencana Tindakan



6.














7.

















8.

Resiko tinggi terjadi gangguan perfusi jaringan b/d imaturitas fungsi kardiovaskuler









Resiko tinggi injuri susunan saraf pusat b/d hipoksia














Resiko tinggi infeksi b/d imaturitas fungsi imunologik






Perfusi jaringan baik
§     Tekanan darah normal
§     Pengisian kembali kapiler <2 detik
§     Akral hangat dan tidak sianosis
§     Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
§     Kesadaran composmentis


Tidak ada injuri

Kriteria :
§     Kesadaran composmentis
§     Gerakan aktif dan terkoordinasi
§     Tidak ada kejang ataupun twitching
§     Tidak ada tangisan melengking
§     Hasil USG kepala dalam batas normal


Bayi tidak terinfeksi

Kriteria :
§     Suhu 36,5 0C -37,2 0C
§     Darah rutin normal


§     Ukur tekanan darah kalau perlu
§     Observasi warna dan suhu kulit
§     Observasi pengisian kembali kapiler
§     Observasi adanya edema perifer
§     Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
§     Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan






§     Cegah terjadinya hipoksia
§     Ukur saturasi oksigen
§     Observasi kesadaran dan aktifitas bayi
§     Observasi tangisan bayi
§     Observasi adanya kejang
§     Lapor dokter apabila ditemukan kelainan pada saat observasi
§     Ukur lingkar kepala kalau perlu
§     Kolaborasi dalam pemeriksaan USG kepala







§     Hindari bayi dari orang-orang yang terinfeksi kalau perlu rawat dalam inkubator
§     Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
§     Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik bila melakukan prosedur invasif


No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria

Rencana Tindakan









9.








10.













11.








Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit




Gangguan persepsi-sensori : penglihatan, pendengaran, penciuman, taktil b/d stimulus yang kurang atau berlebihan dari lingkungan perawatan intensif




Koping keluarga tidak efektif b/d kondisi kritis pada bayinya, perawatan yang lama dan takut untuk merawat bayinya setelah pulang dari RS











Integritas kulit baik

Kriteria :
§     Tidak ada rash
§     Tidak ada iritasi
§     Tidak plebitis



Persepsi dan sensori baik

Kriteria :
§     Bayi berespon terhadap stimulus







Koping keluarga efektif
Kriteria :
§     Ortu kooperatif dg perawatan bayinya.
§     Pengetahuan ortu bertambah
§     Orang tua dapat merawat bayi di rumah


§     Lakukan perawatan tali pusat
§     Observasi tanda-tanda vital
§     Kolaborasi pemeriksaan darah rutin
§     Kolaborasi pemberian antibiotika


§     Kaji kulit bayi dari tanda-tanda kemerahan, iritasi, rash, lesi dan lecet pada daerah yang tertekan
§     Gunakan plester non alergi dan seminimal mungkin
§     Ubah posisi bayi dan pemasangan elektrode atau sensor

§     Membelai bayi sebelum malakukan tindakan
§     Mengajak bayi berbicara atau merangsang pendengaran bayi dengan memutarkan lagu-lagu yang lembut
§     Memberikan rangsang cahaya pada mata
§     Kurangi suara monitor jika memungkinkan
§     Lakukan stimulas untuk refleks menghisap dan menelan dengan memasang dot

§     Memberikan kesempatan pada ortu berkonsultasi dengan dokter
§     Rujuk ke ahli psikologi jika perlu
§     Berikan penkes cara perawatan bayi BBLR di rumah termasuk pijat bayi, metode kanguru, cara memandikan
§     Lakukan home visit jika bayi pulang dari RS untuk menilai kemampuan orang tua merawat bayinya