Jumat, 10 Agustus 2012

Awaas...Buka Puasa Jgn napsu ya...


Air kelapa kerap dijadikan minuman di saat berbuka pausa. air kelapa cepat membantu mencukupi kebutuhan energi sehabis berpuasa.
Namun demikian, hati-hatilah mengonsumsinya. Rosihan A, Ahli Gizi Poltekes Banjarmasin menyarankan sebaiknya jangan mengonsumsi air kelapa dengan es karena es memicu rasa haus dan membuat sakit tenggorokan.
“Kalau memang mau minum es kelapa sebaiknya jangan langsung saat berbuka. Bisa setelah salat magrib atau mendekati isya,”
Kandungan elektrolit air kelapa sangat seimbang dan mirip dengan cairan darah manusia. Air kelapa mengandung 95.5 persen air, 0,05 persen nitrogen dan asam fosfat.
Kandungan asam laurat pada air kelapa bermanfaat sebagai antivirus dan antikuman. Air kelapa juga mengandung protein, lemak dan karbohidrat serta vitamin. (Sumber: TribunNews.com)

_____________________________________________________________________________


Adalagi nich: Hati2, kebayakan minum "Es Teh" Bisa kena batu ginjal


Bagi sebagian orang, minum es teh adalah pilihan untuk menemani saat bersantai atau saat makan. Tapi ternyata, ada risiko serius dari kebiasaan minum es teh. Studi yang dilakukan peneliti dari Loyola University Medical Center, Amerika, menemukan bahwa orang yang suka minum es teh bisa menempatkan mereka pada risiko yang lebih besar terkena penyakit batu ginjal.

Tim peneliti menjelaskan bahwa minuman populer saat musim panas di Amerika itu umumnya mengandung kadar oxalate yang tinggi. Oxalate adalah zat kimia yang bisa menyebabkan terbentuknya kristal-kristal kecil yang terbuat dari mineral dan garam yang ditemukan di urine. Meskipun kristal-kristal tersebut biasanya tidak berbahaya, peneliti memperingatkan, kristal itu bisa membesar dan bersarang di saluran yang mengalirkan urine dari ginjal ke kandung kemih.
“Untuk orang yang punya kecenderungan membentuk batu ginjal, es teh adalah salah satu minuman terburuk untuk dikonsumsi,” kata John Milner dari Departemen Urologi Loyola University. “Seperti banyak orang, saya menikmati es teh di musim panas, tapi saya tidak mengkonsumsinya berlebihan,” kata dia. Selayaknya gaya hidup sehat yang lain, minum es teh secara moderat adalah kuncinya.
Pria berpeluang empat kali lebih besar terkena batu ginjal ketimbang perempuan. Risiko tersebut naik secara signifikan untuk pria dengan usia di atas 40 tahun. Peneliti mencatat bahwa perempuan menopause dengan kadar estrogen rendah dan mereka yang ovariumnya diangkat juga berada pada risiko tinggi.
Untuk mengurangi risiko batu ginjal, peneliti menyarankan orang untuk tetap terhidrasi dengan baik. Meskipun minum air putih adalah yang terbaik, mereka menyarankan lemon murni adalah pilihan lain yang juga baik. Lemon mengandung sitrat yang tinggi, yang menghambat pertumbuhan batu ginjal.
Saran lain yang diberikan guna menghindari batu ginjal adalah menghindari makanan dengan kadar oxalate yang tinggi, seperti bayam, cokelat, dan kacang, mengurangi asupan garam, mengkonsumsi lebih sedikit daging, serta cukup asupan kalsium yang mampu mengurangi penyerapan oxalate dalam tubuh. (Sumber: Tempo.co)

Perawatan Payudara

 
Payudara adalah salah satu bagian tubuh yang mengalami banyak perubahan dan membutuhkan perawatan khusus selama kehamilan agar ibu dapat memproduksi ASI secara maksimal dan tetap dapat menjaga keindahan bentuk payudaranya setelah melahirkan dan mnyusui.
Selama kehamilan tubuh mempersiapkan payudara untuk memproduksi ASI sehingga banyak perubahan yang terjadi pada bagian tubuh ini. Bentuknya jadi makin besar, kencang dan berat. Berat payudara mendekati masa melahirkan dapat mencapai 1,5 kali dari berat semula.
Sekalipun perawatan terhadap payudara selama kehamilan sangat penting namun disarankan pemijatan baru dilakukan saat kehamilan berusia 5 – 6 bulan karena rangsangan pada puting diawal kehamilan dapat menyebabkan kontraksi.





Cara merawat payudara selama kehamilan
1.Pemijatan


Pemijatan bertujuan untuk memperlancar peredaran darah dipayudara sehingga hormon dankelenjar didaerah itu dapat berfungsi dengan optimal dan kelak dapat memproduksi ASI dengan maksimal.

Cara melakukan pemijatan pada payudara selama kehamilan


  • Bersihkan payudara dengan air.
  • Olesi payudara dengan minyak.
  • Lakukan pemijatan dengan dua tangan dengan gerakan melingkar searah jarum jam pada daerah sekitar payudara. Ulangi gerakan tersebut dengan arah berlawanan. Lakukan beberapa kali.
  • Lakukan pengurutan dari bawah kearah puting, puting sendiri tidak perlu dirangsang karena hanya berfungsi sebagai saluran untuk keluarnya ASI saja, tidak ada kelenjar disana. Namun yang harus diperhatikan adalah bentuk puting ibu, apakah bentuknya kearah keluar atau malah berbentuk datar atau malah kearah dalam.
  • Bila bentuknya datar atau kearah dalam lakukan pemijatan dengan lembut menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk mendorong puting ke atas selama 10 detik. Lakukan gerakan ini secara berulang. Bila bentuk puting tetap tidak berubah konsultasilah pada dokter anda.
  • Bersihkan bagia puting dengan kapas dan minyak tujuannya selain untuk menjaga kebersihan juga untuk menjaga kelembaban puting supaya tidak mudah lecet saat menyusui kelak. Jangan bersihkan bagian puting dan lingkaran hitam disekelilingnya dengan sabun karena dapat menyebabkan kulit kering.
  •  Tepuk-tepuk payudara dengan buku-buku jari agar otot-otot disekitar payudara menjadi relaks.
  • Bersihkan payudara dengan air hangat dan air dingin agar peredaran darah menjadi lancer.
  • Keringkan payudara dengan handuk. Lakukan pemiajtan ini setiap mandi.

2.Senam Payudara
Tujuan dilakukannya senam payudara adalah untuk merangsang otot pektoralis didada agar payudara lebih padat dan merangsang produksi ASI.

Gerakan senam payudara


  • Berdiri dengan sikap tegak. Tangan kanan memegang bagian bawah siku kiri demikian sebaliknya. Tarik hingga terasa otot payudara bergerak, relaks, lakukan kembali. Lakukan gerakan ini berulang selama 30 kali.
  • Pegang kedua bahu dengan ujung jari kemudian putar kea rah depan. Tekan lengan bagian dalam ke payudara, lakukan gerakan ini sebanyak 20x kemudian lakukan gerakan dengan arah sebaliknya.
Lakukan kedua gerakan itu setiap hari agar peredaran darah disekitar payudara lancer dan otot-otot dadapun menjadi kuat serta merangsang kerja hormon-hormon yang memproduksi ASI.

Bra
Bila ibu merasa bra yang digunakan sudah terasa sesak segera mengganti dengan bra yang memiliki ukuran sesuai dengankebutuhan. Penggunaan bra yang kekecilan akan menghambat perkembangan kelenjar susu yang sedang mempersiapkan diri untuk memproduksi ASI. Penggunaan bra yang terlalu longgar akan membuat payudara tidak ditopang dengan baik sehingga akan jatuh / menggantung.
Gunakanlah bra dari bahan yang mudah menyerap keringat, mengingat ibu hamil cenderung untuk berkeringat lebih banyak.

Klinik Laktasi
Jangan ragu untuk mengunjungi klinik laktasi dan mencari info sebanyak mungkin tentang cara mengoptimalkan produksi ASI dan cara tepat member ASI pada si kecil

Berikut ada  cara Kompres Payudara yang benar:


Perawatan Payudara
A. Tujuan Perawatan Payudara
  1. Merangsang produksi ASI pada masa setelah melahirkan
  2. Melancarkan pengeluaran ASI
  3. Agar tidak terjadi pembendungan ASI
  4. Agar payudara tidak jatuh
B. Persiapan Alat Untuk Perawatan Payudara
  1. Handuk 2 buah
  2. Washlap 2 buah
  3. Waskom berisi air dingin 1 buah
  4. Waskom berisi air hangat 1 buah
  5. Minyak kelapa/baby oil
  6. Waskom kecil 1 buah berisi kapas/kasa secukupnya
  7. Baki, alas dan penutup
Persiapan Alat Untuk Perawatan Payudara


C. Pelaksanaan
  1. Memberikan prosedur yang akan dilaksanakan
  2. Mengatur lingkungan yang aman dan nyaman
  3. Mengatur posisi klien dan alat-alat peraga supaya mudah dijangkau
  4. Cuci tangan sebelum dilaksanakan perawatan payudara
  5. Pasang handuk di pinggang klien satu dan yang satu dipundak
  6. Ambil kapas dan basahi dengan minyak dan kemudian tempelkan pada areola mamae selama 5 menit kemudian bersihkan dengan diputar.
  7. Kedua tangan diberi minyak dengan rata kemudian lakukan pengurutan
Pelaksanaan Perawatan Payudara


a. Gerakan Pertama
Kedua tangan disimpan di bagian tengah atau antara payudara, gerakan tangan ke arah atas pusat ke samping, ke bawah kemudian payudara diangkat sedikit dan dilepaskan, lakukan 20-30 kali.

Gerakan Pertama pada Perawatan Payudara


b. Gerakan Kedua
Satu tangan menahan payudara dari bawah, tangan yang lain mengurut payudara dengan pinggir tangan dari arah pangkal ke puting susu, dilakukan 20-30 kali dilakukan pada kedua payudara secara bergantian.

c.    Gerakan Ketiga
Satu tangan menahan payudara di bagian bawah, tangan yang lain mengurut dengan bahu, jari tangan mengepal, lakukan pengurutan dari arah pangkal ke puting susu, 20-30 kali dilakukan pada kedua payudara secara bergantian.

Gerakan Ketiga pada Perawatan Payudara

  1. Kompres dengan air hangat, kemudian dengan air dingin secara bergantian diakhiri dengan air hangat selama 5 menit
  2. Bersihkan payudara terutama bekas minyak
  3. Pakaikan BH yang terbuka bagian depannya (untuk Ibu menyusui) dan yang menyangga buah dada atau langsung susui bayi.
 Penggunaan BH Pada Perawatan Payudara

Semoga bermanfaat buat para  ibu yang sedang akan menyambut buah hati tercinta, dan ibu menyesui diseluruh penjuru.  salam..:) asyiiknya berbagi kebahagiaan buat kita semua.






Kamis, 02 Agustus 2012

Memilih Susu Formula yang Tepat bagi Bayi


Pemberian susu formula pada bayi bisa dilakukan dengan ketentuan tertentu. Bayi diperbolehkan untuk diberi susu formula jika sang ibu mengalami kondisi tertentu yang tidak memungkinkan bayi diberi ASI ekslusif dari sang ibu.

Ibu yang terkena HIV/ AIDS, misalnya, tidak dianjurkan untuk memberikan ASI eklusif pada bayinya yang baru dilahirkannya. Kesehatan sang bayi menjadi alasan utama sang ibu untuk tidak diperkenankan menyusui bayinya.

Agar nutisi bayi tetap terpenuhi, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan agar para ibu penderita HIV/ AIDS memberikan susu formula untuk bayinya.

Tidak hanya bayi dari ibu penderita HIV/ AIDS yang diperbolehkan untuk memberikan susu formula untuk bayinya, bayi-bayi lain juga bisa diberikan asupan susu formula jika sang ibu tidak bisa memberikan ASI karena alasan kesehatan.

Secara umum, pemilihan susu formula yang baik adalah susu formula yang bisa mendukung tumbuh kembang anak.

Selain itu, susu formula yang memenuhi syarat untuk bisa dikonsumsi anak untuk kebutuhan nutrisi sehari-hari adalah susu formula yang tidak menimbulkan gangguan pencernaan pada sistem pencernaan anak.

Seperti yang kita tahu bahwa bayi dan balita mempunyai sistem pencernaan yang sensitif.

Sedikit saja makanan/ minuman yang tidak sesuai dengan kemampuan cerna mereka akan menyebabkan gangguan pencernaan pada anak itu sendiri.

Gangguan pencernaan yang biasanya terjadi pada anak akibat pemberian susu formula yang tidak terlalu steril antara lain: diare, muntah, dan sembelit/ susah buang air besar.

Gangguan-gangguan yang lain juga terkadang muncul akibat dari mengkonsumsi susu formula yang kurang steril. Gangguan-gangguan tersebut misalnya batuk, sesak nafas, dan gangguan kulit.

Efek dari pemberian susu formula pada anak akan berbeda. Reaksi alergi yang akan dirasakan oleh setiap anak juga akan berbeda.

Misalnya, balita X mempunyai respon yang biasa setelah mengkonsumsi susu formula, namun balita B mungkin mual dan bahkan muntah setelah meminum susu formula yang bermerk sama.

Agar bayi tetap sehat meskipun hanya mengkonsumsi susu formula, sang ibu harus pandai memilih susu formula yang tepat dan aman untuk bayinya.

Berikut adalah beberapa tips memilih susu formula yang aman untuk bayi:

Sesuaikan produk dengan usia bayi
Saat ini banyak promosi susu formula untuk bayi dan balita dimana kandungan zatnya sudah disesuaikan dengan usia bayi/ balita.

Janganlah memberikan susu sapi pada bayi karena susu sapi dinilai kurang lengkap untuk diberikan pada bayi yang notabene masih membutuhkan nutrisi lengkap untuk tumbuh kembang bayi.

Pada umumnya susu formula yang dipromosikan di public adalah susu formula yang terbuat dari susu sapi. Susu formula yang berbahan dasar susu kambung dan susu kedelai juga bisa menjadi alternatif pilihan yang baik sebagai referensi susu formula untuk bayi.

Ikuti aturan dosis/ aturan yang sudah ditentukan
Pada kemasan susu formula terdapat takaran yang tepat untuk sekali konsumsi susu formula. Janganlah memberikan takaran lebih pada bayi karena khawatir akan mempengaruhi selera bayi.

Susu formula yang terlalu kental akan berpotensi mengganggu pencernaan sang bayi, sedangkan susu formula yang terlalu encer akan menyebabkan bayi cepat lapar.

Pilih susu formula dengan kandungan nutrisi yang lengkap untuk bayi/balita
Bayi dan balita adalah masa keemasan dari sebuah siklus hidup manusia. Untuk itu kita perlu memperhatikan asupan yang baik untuk bayi/ balita agar kebutuhan nutrisinya terpenuhi.

Caranya adalah dengan melihat komposis dan kandungan gizi yang tertulis dalam kemasan susu formula dan sesuaikan dengan usia bayi/ balita yang akan diberi susu formula tersebut.

Selalu perhatikan kebersihan
Kebersihan botol sangat penting untuk menjaga kesehatan bayi. Sebelum memberikan susu formula untuk bayi sebaiknya kita bersihkan botol terlebih dahulu agar botol streil dari kuman dan bakteri.

Caranya adalah bersihkan botol dan dot susu bayi dengan air sabun pencuci piring dan kemudian keringkan sebentar. Sebelum digunakan, bersihkan kembali botol dengan cara merendam botol dan dot susu bayi dengan menggunakan air panas agar bakteri dan kuman yang masih menempel mati.

Setelah botol dan dot direndam dengan menggunakan air panas selama beberapa menit, tuangkan susu formula sesuai dengan takaran dan campurkan dengan air hangat secukupnya. Susu formula hangat siap untuk diberikan pada bayi.

Sumber: Perempuan.com

Kesehatan Anak saat Pancaroba




Selain Penyakit saluran pernapasan bagian atas, gangguan kesehatan anak saat pancaroba juga kerap menyerang penyakit saluran napas bagian bawah. gejala penyakit saluran nafas bagian bawah  bisa memunculkan bronkopneumonia, yaitu radang paru-paru yang berasal dari cabang-cabang tenggorokan yang mengalami infeksi, dan bronkioetitis, yaitu infeksi serius pada cabang terakhir saluran napas yang berdekatan dengan jaringan paru-paru.

Penyakit Saluran Cerna
Pada saat peralihan musim kemarau ke musim hujan, kasus penyakit saluran cerna ini  menjadi tinggi dikarenakan banyaknya debu dan kotoran yang berpotensi menjadi vektor. Penyakit ini juga sangat erat kaitannya dengan pola konsumsi makanan.

Penyebab penyakit ini umumnya disebabkan oleh kuman atau virus yang biasa mencemari makanan dan minuman, baik makanan buatan rumah ataupun makanan jajanan dari luar rumah. Mengingat pola makan anak yang cenderung semaunya, kemungkinan terjadinya penyakit ini menjadi sangat tinggi dan menganggu kesehatan anak.

Biasanya penyakit saluran cerna didahului dengan mencret, mual dan muntah. Gejala muntah dan mencret biasanya disertai demam, sakit kepala dan mulas-mulas. Tinja anak mungkin tampak berlendir dan bahkan berdarah.

Pertolongan pertama harus diutamakan untuk menghentikan muntah dan mencret. Dan setelah diberi penanganan, dalam 3 hari umumnya keluhan berkurang. Jika tidak, anak perlu mendapatkan penanganan yang lebih serius, yaitu pergi ke Dokter.

Pencegahan dan Pengobatan
Memberikan nutrisi yang cukup, sesuai dengan usia, berat badan dan aktivitas anak. hal ini akan meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang penyakit.

Memberinya multivitamin penting bagi kesehatan anak, terutama saat gangguan kesehatan anak saat pancaroba ini berlangsung. Suplemen biasanya mengandung beragam vitamin esensial (yang tidak bisa dibuat sendiri oleh tubuh).
Bila diberikan secara tepat - komposisi dan dosisnya disesuaikan dengan kebutuhan anak - multivitamin bisa membantu meningkatkan ketahanan tubuh sehingga tak mudah terserang penyakit perubahan musim atau yang lebih dikenal dengan gangguan kesehatan anak saat pancaroba.

Setiap makanan dan minuman yang masuk ke dalam mulut anak harus terjamin kebersihannya . Artinya, selain harus lebih higienis dalam mengolah dan menyiapkan makanan di rumah, bujuklah anak untuk tidak jajan sembarangan di luar.

Askep Impetigo


I. Definisi
Impetigo adalah salah satu contoh pioderma, yang menyerang lapisan epidermis kulit (Djuanda, 56:2005). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit penyerta (secondary infection) dari Pediculosis, Skabies, Infeksi jamur, dan pada insect bites (Beheshti, 2:2007).


II. Sinonim
Impetigo krustosa juga dikenal sebagai impetigo kontangiosa, impetigo vulgaris, atau impetigo Tillbury Fox. Impetigo bulosa juga dikenal sebagai impetigo vesikulo-bulosa atau cacar monyet (Djuanda, 56-57:2005).

III. Etiologi
Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Group A Beta Hemolitik Streptococcus (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan pathogen primer pada impetigo bulosa dan ecthyma (Beheshti, 2:2007).
Staphylococcus merupakan bakteri sel gram positif dengan ukuran 1 µm, berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur, kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga bisa didapatkan. Staphylococcus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya mengadakan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. (Brooks, 317:2005).
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20 produk ekstraseluler yang antigenic termasuk dalam grup A, (Streptococcus pyogenes) diantaranya adalah Streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik, disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin (Brooks, 332:2005).

IV. Epidemologi
Impetigo terjadi di seluruh Negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat Impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara Amerika (Provider synergies, 2:2007). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa (Cole, 1:2007).
Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak atau juga pada tempat dengan hygiene buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk (Cole, 1:2007).

V. Faktor Predisposisi
o Kontak langsung dengan pasien impetigo
o Kontak tidak langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo
o Cuaca panas maupun kondisi lingkungan yang lembab
o Kegiatan/olahraga dengan kontak langsung antar kulit seperti gulat
o Pasien dengan dermatitis, terutama dermatitis atopik
(Sumber Beheshta, 2:2007).

VI. Manifestasi Klinis
1). Impetigo Krustosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama sekitar lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi (Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).
Biasanya mengenai anak yang belum sekolah. Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi. Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering disebabkan oleh Streptococcus.
Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2 mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005).
2). Impetigo Bulosa


Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung. Sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).
Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008).

VI. Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk menyingkirkan diagnosis banding dengan gangguan infeksi gram negative. Bisa dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara Staphylococcus dan Streptococcus (Brooks, 332:2005)

VII. Diagnosa Banding
1. Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama (kronik) dan kulit kering; penebalan pada lipatan kulit terutama pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah atau tangan bagian dalam.
2. Candidiasis (infeksi jamur candida): papul merah, basah; umumnya di daerah selaput lender atau daerah lipatan.
3. Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitive yang kontak dengan zat-zat yang mengiritasi.
4. Diskoid lupus eritematus: lesi datar(plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut.
5. Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan jaringan parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis).
6. Herpes simpleks: vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi lecet tertutupi oleh krusta, biasanya pada bibir dan kulit.
7. Gigitan serangga: Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri.
8. Skabies: Papula yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada malam hari.
9. Varisela: Vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke tangan, kaki, dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama (Cole, 3:2007).
 
IX. Komplikasi
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam 2 minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptococcus terjadi pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada sepertiga terdapat urine seperti warna the. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis), radang paru-paru (pneumonia), selulitis, psoriasis, Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah bening (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).

X.Penatalaksanaan
1.Terapi nonmedikamentosa
Ø Menghilangkan krusta dengan cara mandikan anak selama 20-30 menit, disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah
Ø Mencegah anak untuk menggaruk daerah lecet. Dapat dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku anak
Ø Lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh
Ø Lakukan drainase pada bula dan pustule secara aseptic dengan jarum suntik untuk mencegah penyebaran local
Ø Dapat dilakukan kompres dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% pada impetigo krustosa.
Ø Lakukan pencegahan seperti yang disebutkan pada point XI di bawah

2.Terapi medikamentosa
a. Terapi topikal
Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap antibiotik (Djuanda, 57:2005).
1). Antiseptik
Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember dengan menggunakan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah koloni yang dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30”, 60”, 90”, dan 120” adalah sebanyak 0 koloni (Suswati, 6:2003).
Sehingga dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus (Suswati, 6:2003).
2). Antibiotik Topikal
Ø Mupirocin
Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan mupirocin topikal yang dibandingkan dengan pemberian eritromisin oral pada pasien impetigo yang dilakukan di Ohio didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan mupirocin topikal jauh lebih unggul dalam mempercepat penyembuhan pasien impetigo, meskipun pada awal kunjungan diketahui lebih baik penggunaan eritromisin oral, namun pada akhir terapi dan pada evaluasi diketahui jauh lebih baik mupirocin topikal dibandingkan dengan eritromisin oral dan penggunaan mupirocin topikal memiliki sedikit failure (Goldfarb, 1-3).
Untuk penggunaan mupirocin topikal dapat dilihat pada tabel berikut:
Ø Fusidic Acid
Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang dibandingkan dengan plasebo pada praktek dokter umum yang diberikan pada pasien impetigo dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan plasebo jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan fassidic acid.
Ø Ratapamulin
Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten ataupun vankomisin resisten. Ratapamulin berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri (Buck, 1:2007).
Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau >2% luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien tersebut didapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus. Pada pasien-pasien tersebut diberi ratapamulin sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benar-benar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien dengan menggunakan ratapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya hanya 52,1% pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan plasebo (Buck, 1:2007).
Ø Dicloxacillin
Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai tergeser oleh penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin sebagai terapi topical pada impetigo sebagai berikut:
(Sumber: Primary Clinical Care Manual 2007)

b.Terapi sistemik
1). Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu)
a.Penicillin G procaine injeksi
Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari
Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari
b.Ampicillin
Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac
c.Amoksicillin
Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac
d.Cloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin)
Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari ac
Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac
e.Phenoxymethyl penicillin (penicillin V)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac
Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac
2). Eritromisin (bila alergi penisilin)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc
Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc
3). Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)
Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari
Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari
4). Penggunaan terapi antibiotik sistemik lainnya

XI.Pencegahan
Tindakan yang bisa dilakukan guna pencegahan impetigo diantaranya :
1. Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak dengan pasien, terutama apabila terkena luka.
2. Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
3. Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien
4. Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5. Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek dan bersih
6. Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7. Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8. Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.


 Sumber Referensi : 
 - Northern Kentucky Health Department, 1:2005
 - http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/asuhan-keperawatanpada-anakdengan.html

ASKEP BRONKOPNEUMONIA



BAB  I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
      “ Tiada yang lebih berharga dari nikmat hidup sehat “Suatu ungkapan yang selalu menjadi patokan setiap orang untuk memperoleh hidup sehat yang optimal. Di Era globalisasi ini dengan perkembangan IPTEK yang semakin pesat ini, ada begitu banyak penyakit yang muncul yang sering membawa keresahan bagi masyarakat, karena dengan begitu cepat dapat merenggut nyawa seseorang. Penyakit tidak pernah mengenal usia, siapapun bisa menjadi tempat sarangnya, entahlah ia bayi, anak, remaja, maupun orang dewasa. Itulah sebabbnya sehingga setiap orang selalu berupaya untuk mempertahankan kesehatannya.
            Melihat masalah diatas, sudah seharusnya setiap perawat dapat memberikan pelayanan perawatan yang profesional pada masyarakat. Untuk itu kami mengangkat masalah dalam makalah ini yaitu Asuhan Keperwatan Pada Anak Dengan Bronkopneumoni yang sekiranya bisa membantu perawat dalam mengatasi masalah perawatan pada anak menderita bronkopneumoni.
B.  Tujuan Penulisan
            Makalah ini ditulis untuk memberikan pengetahuan yang lebih jelas tentang penyakit bronkopneumoni pada anak kepada setiap pembaca lebih khusus pada tenaga perawat.
            Selain itu makalah ini juga disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Keperawatan Anak I “ dari Ibu Jeane Utina, Spd, A Kep.
C.  Batasan Makalah
            Dalam penulisan makalh ini, penulis hanya membatsi pada Konsep Dasar Bronkopneumoni dan Asuhan Keperawatan pada anak dengan Bronkopneumoni yang disusun secara teoritis.
D.  Metode Penulisan
            Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku medis dan keperawatan yang berhubungan dengan bronkopneumoni, serta menggunakan metode diskusi.

BAB  II
TINJAUAN TEORITIS
A.  KONSEP DASAR
1.      Defenisi
Bronkopneumoni adalah suatu inflamasi akut yang umum terjadi pada parenkim paru yang lobular.
2.      Tanda Dan Gejala
Penderita bronkopneumoni menunjukkan tanda dan gejala sebagai berikut:
-          Suhu badan meningkat sampai 39 – 40ºC
-          Sesak nafas
-          Dispneu
-          Taki kardi
-          Pernafasan cepat dan dangkal
-          Pernafasan cuping hidung
-          Redup pada perkusi
-          Ronki basah halus nyaring/ronki sedang
-          Batuk dan kering sampai produktif
-          Muntah dan diare
-          Sianosis disekitar mulut dan hidung
-          Sakit kepala, malaise dan mylgia
-          Gelisah
3.      Etiologi
Bronkopneumoni disebabkan oleh bakteri pneumococcus
      4.  Patofisiologi
Bakteri Pneumococcus
Dropplet infeksi
Proses inflamasi
Respon inflamasi
Edema alveolar                       Pembentukan exudat


 
Alveoli dan bronkiolus terisi cairan exudat, sel darah dan fibrin bakteri
Bronkopneumoni
5.  Penatalaksanaan
            Penatalaksanaan untuk penderita bronkopneumoni adalah:
-          Istirahat di tempat tidur
-          Posisi yang nyaman
-          Diberi O2 bila gelisah/sianosis
-          Kompres dingin
-          Diberi cairan infus: biasanya diperlukan campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1 ditambah larutan KCl W mEg / 500 ml / botol infus
-          Medikamentosa:
Penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan kloramferikol 50 – 70 mg/kg BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
6.  Komplikasi
           Dengan penggunaan antibiotik, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai ialah empiema, otitis media akut. Komplikasi lain seperti meningitis, perikarditis, osteomiclitis, peritonitis namun jarang ditemui.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BRONKOPNEUMONIA 
1.      Pengkajian
a.       Identitas
1)      Identitas pasien
Nama                                :
Umur                                :
Jenis Kelamin                   :
Alamat                              :
Agama                              :
Suku/Bangsa                    :
Tanggal MRS                   :
Tanggal Pengkajian          :
Ruangan                           :
Diagnosa Medis               :
No. Med. Rec                   :
2)      Identitas Penanggung Jawab
Nama Ayah                      :
Agama                              :
Pendidikan                       :
Pekerjaan                          :
Alamat                              :
Umur                                :
Nama Ibu                         :
Agama                              :
Umur                                :
Pendidikan                       :
Pekerjaan                          :
Alamat                              :
b.      Riwayat Kesehatan:
1)      Riwayat kesehatan sekarang:
a.           Keluhan utama :  Biasanya keluhan utama yang membuat orang tua pasien membawa anaknya ke Rumah Sakit adalah sesak nafas
b.  Riwayat keluhan utama:
c. Keluhan yang menyertai : Keluhan lain yang biasanya menyertai keluhan utama adalah suhu badan meningkat, batu dan kejang-kejang karena demam yang tinggi. Selain itu pasien juga mengalami muntah dan diare.
d. -Keadaan umum : Keadaan umum pasien dengan  bronkopneumoni biasanya tampak lemah dan gelisah.
- TTV     : Respirasi cepat dan dangkal, takikardi, suhu   badan meningkat
-   TB        :
-   BB       :
2)      Riwayat kesehatan dahulu :
a.    Riwayat kehamilan/persalinan : Penyakit bronkopneumoni tidak dipengaruhi oleh adanya gangguan atau kelainan pada kehamilan/persalinan
b.         Riwayat tumbang:
c.         Riwayat imunisasi:
3)      Riwayat keluarga :
Biasanya dalam keluarga pasien, ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
4)      Riwayat sosial :
Siapa yang merawat anak dan hubungannya dengan anak sangat mempengaruhi terjadinya bronkopneumonia.
5)      Riwayat kesehatan lingkungan :
Anak yang tinggal dirumah yang kecil/sempit dan penghuninya banyak dengan salah satu penghuninya telah terinfeksi oleh bakteri pneumococcus, lebih mudah untuk terinfeksi/terjangkit sampai terjadi bronkopneumoni.
Sumber air minum, pembuangan sampah dan air kotor juga bisa mempengaruhi terjadinya brokopneumoni yang bisa dibawa oleh bakteri.
6)      Kebutuhan dasar
a) Pola nafas : Pasien dengan bronkopneumoni mengalami pernafasan sempit dan dangkal, pernafasan cuping hidung, dengan irama inreguler.
b)      Pola makan : Pasien sering tidak mau makan atau minum karena batu dan sesak, bahkan sampai dimuntahkan kembali makanan yang dimasukkan.
c)      Pola eliminasi : Biasanya pola eliminasi pasien terganggu karena adanya perubahan pola makan, intake yang kurang dan pasien bisa diare.
d)     Pola istirahat dan tidur : Pasien sering tidak bisa tidur dengan nyenyak karena apabila sesak nafas atau batuk, pasien terbangun.
e) Pola aktivitas : Biasanya tergantung pada tahap perkembangannya, misalnya bermain dengan warna-warna terang, kontak mata antara anak dengan orang tuanya. Namun jika pasien dengan pasien bronkopneumoni, kurang beraktivitas.
f)       Pola kebersihan diri : Untuk pemenuhan kebersihan diri pasien, biasanya dilakukan oleh orang tuanya dan dibantu oleh perawat.
7)  Pemeriksaan fisik
a)      Keadaan umum : Pasien tampak lemah dan gelisah
b)      Kesadaran : Composmentis
c)      TTV :
                                  TD       : Meningkat
                                  N          : Takikardi
                                  R          : Cepat dan dangkal
                                  SB        : Meningkat
                                  TB        : -
                                  BB       : -
d)     Kepala : Kulit kepala biasanya lembab, rambut basah/berminyak
1)     Mata  : Gerakan bola mata seringkali tegang, panas yang tinggi dapat menyebabkan konjungtiva anemis
2)      Telinga : -
3)    Hidung : Biasanya ada sekret/beringus, sianosir, cuping hidung.
4)      Mulut : Sianosis, bibir kering
5)      Kulit : Biasanya turgor kulit jelek kekurangan volume cairan
e)      Thorax dan perut
1)      Thorax :
Ø  Inspeksi    :
Ø  Palpasi      :
Ø  Perkusi     :
Ø  Auskultasi :
2)      Perut :
Ø  Inspeksi     :
Ø  Palpasi       :
Ø  Perkusi      :
Ø  Auskultasi :
3)      Jantung :
f)       Genetalia   :
g)      Anus          :
h)      Ekstemitas : Panas pada perabaan
i)        Neurolog   : Pasien biasanya masih berespon terhadap refleks fisiologis
j)        Pemeriksaan Penunjang
1.        Foto thoraks : Pada Foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus. Jika pada pneumoni lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
2.        Pemeriksaan laboratorium : Gamburan darah tepi menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000-40.000/mm³ dengan pergeseran kekiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan tenggorok, dan mungkin juga dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak nialin. Analisis gas darah arteri dapat menunjukkan osidisis metalistik dengan atau tanpa retensi CO2.
2.  Klasifikasi Data
Pasian dengan bronkopneumoni biasanya ditemukan data-data sebagai berikut:
Ø  Data subjektif :
-      Orang tua mengatakan bahwa anaknya sesak nafas, panas, batuk
-       Orang tua mengatakan bahwa anaknya muntah saat makan
-        Orang tua mengatakan anaknya sulit tidur kalau batuk dan sesak
-         Orang tua mengatakan mengerti dengan proses penyakit anaknya
-         Orang tua mengatakan belum tahu cara perawatan bagi anaknya.
Ø  Data objektif :
-          Keadaan umum : Tampak lemah
-          Suhu badan meningkat
-          Sesak nafas
-          Tampak gelisah
-          Pernafasan cepat dan dangkal
-          Pernafasan cuping hidung
-          Dispnea
-          Takikardi
-          Batuk produktif
-          Ronki
-          Redup pada perkusi
-          Sianosis di sekitar mulut dan hidung
-          Bibir kering
-          Muntah
-          Sulit tidur
-          Sering menangis
-          Gerakan bola mata tegang
-          Konjungtiva anemis
-          Orang tua tampak cemas
-          Orang tua bertanya tentang proses penyakit anaknya
-          Orang tua bertanya tentang perawatan anaknya.
3.  Analisa Data
No.
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1
DS:   Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya sesak nafas
DO:  -  Pasien sesali
-    Dispnea
-    Pernafasan cepat dan dangkal
-    Pernafasan Cuping Hidung
-    Ronki
-    Batuk Produktif
-    Takikardi
Respon inflamasi
Pembentukan edima
Peningkatan produksi sputum
Kurangnya suplay O2
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bersihan nafas tidak efektif
2
DS:   Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya muntah saat makan
DO:  - Suhu badan  meningkat
-    Sianosis
-    Bibir kering
-    Takikardi
-    Muntah
-    Konjungtiva anemis
Respon inflamasi
Demam, berkeringat banyak, muntah
Kehilangan cairan
Intake kurang
Kurangnya volume cairan
Kurangnya volume cairan
3
DS:   Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya sulit tidur
DO:  - Sesak nafas
-    Batuk
-    Tampak gelisah
-    Sulit tidur
-    Konjugtiva anemis
-    Gelisah
-    Sering menagis
Rangsangan berupa peningkatan frekuensi nafas dan batuk produktif
Merangsang susunan saraf
Mengaktifkan kerja organ
REM menurun
Pasien terjaga
Gangguan pola tidur
Gangguan pola tidur
4
DS:   Orang tua pasien mengatakan tidak mengerti dengan prose penyakit anaknya
DO:  -  Anak sesak nafas
-    Anak tampak gelisah
-    Anak tampak lemah
-    Gerakan bola mata tegang
-    Orang tua bertanya-tanya tentang proses penyakit anaknya
Kurangnya informasi
Kurangnya pengetahuan
Ansietas orang tua
Ansietas orang tua
5
DS:   Orang tua pasien mengatakan belum tahu cara perawatan anaknya
DO: - Orang tua bertanya-tanya tentang cara perawatan anaknya
Kurangnya informasi
Kurangnya pengetahuan tentang cara perawatan anak
Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan anaknya
4.  Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif sehubungan dengan peningkatan produksi sputum
2. Kurangnya volume cairan dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan demam dan intake yang kurang
3.       Gangguan pola tidur sehubungan dengan batuk dan sesak nafas
4. Ansietas orang tua berhubungan dengan sesak nafas anak dan hospitalisasi
5. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang cara perawatan ananya sehubungan dengan kurangnya informasi