Rabu, 20 Juni 2012

Kisah Keluarga yang Kena Polio Karena Tak Divaksin

 

 

img



 Polio merupakan momok penyakit karena dapat menyebapkan kelumpuhan, sulit bernapas bahkan kematian. Penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dengan vaksinasi, namun beberapa keluarga harus menangagung kisah tragis kematian atau kelumpuhan karena tak mendapatkan vaksin.

 Frankie meninggal dunia setelah 61 jam berada di rumah sakit. Saat penguburan saudara kembarnya, Janice pun dalam kondisi lumpuh layu karena polio.

Tragisnya, beberapa hari kemudian ibunya mengalami keguguran, yang juga akibat wabah polio. Dua temannya pun meninggal dunia karena komplikasi beberapa tahun setelah tertular penyakit polio.

Janice termasuk beruntung karena bisa pulih fisik secara lengkap karena perawatan medis yang sangat baik dan terapi jangka panjang. Tapi saat hamil, ia harus melalui operasi caesar karena sakrum (tulang kelangkang) mengalami kelumpuhan dan otot lemah.

Pada tahun 1990-an, ia pun mulai mengembangkan gejala-gejala aneh yang dikenal dengan post-polio syndrome.

"Meskipun saya selalu lebih beruntung dari penderita polio kebanyakan, tapi pertarungan dengan polio terus terjadi dari 1953 dan menyerang hidup saya. Sebagai survivor, saya muak polio masih belum eradikasi dan dengan beberapa orangtua yang mempertanyakan perlunya dan keamanan vaksinasi. Orangtua yang menolak vaksinasi seperti sedang bermain api," tegas Janice Flood Nichols, yang juga pernah menulis buku 'Twin Voices: A Memoir of Polio, the Forgotten Killer', seperti dilansir chop.edu, Rabu (20/6/2012).

Kisah tragis keluarga yang terserang polio tidak hanya menyerang Janice. Di Indonesia pun kasus polio pernah menyerang satu keluarga di Mayak Kidul, Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.

Seperti diberitakan detikTV, 8 Februari 2012, satu keluarga harus menjalani hidup dengan cara tragis. 6 anggota keluarga yang terdiri dari Eti (50 tahun), Iroh (45 tahun) dan Biah (37 tahun) terkena polio sejak kecil, akibatnya mereka kesulitan berjalan dan melakukan aktivitas.

Ironisnya, Bidin (17 tahun) dan Farlan (5 tahun), anak dari Biah juga kesulitan berjalan karena polio. Begitu pula Mira (6 tahun), anak Iroh.

Penderitaan ini bermula pada saat Eti, Iroh dan Biah berusia balita. Ketiganya terserang panas tinggi dan dokter Puskesmas mendiagnosis polio.

Penyakit polio tidak diturunkan pada generasi berikutnya tapi penyakit ini memang bisa menular. Polio disebabkan oleh infeksi poliovirus dan penularannya terjadi melalui rute fekal-oral.

Virus polio dapat hidup dalam tinja penderita selama 90-100 hari. Virus ini juga dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilo-kilometer dari sumber penularan.

Polio menyebar terutama melalui kontaminasi tinja, terutama di daerah dengan sanitasi lingkungan buruk. Penularan juga terjadi melalui fekal-oral. Artinya makanan atau minuman yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut orang sehat lainnya. Sedangkan oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke dalam mulut manusia sehat lainnya.

Sumber: detikHealth

Senin, 18 Juni 2012

Tahap Perkembangan Bahasa Menurut Bzoch


Tahap perkembangan bahasa menurut Bzoch yang membagi perkembangan bahasa anak dari lahir sampai usia 3 tahun dalam empat stadium.
  1. Perkembangan bahasa bayi sebagai komunikasi prelinguistik. 0-3 bulan.  Periode lahir sampai akhir tahun pertama.  Bayi baru lahir belum bisa menggabungkan elemen bahasa baik isi, bentuk dan pemakaian bahasa. Selain belum berkembangnya bentuk bahasa konvensional, kemampuan kognitif bayi juga belum berkembang. Komunikasi lebih bersifat reflektif daripada terencana. Periode ini disebut prelinguistik. Meskipun bayi belum mengerti dan belum bisa mengungkapkan bentuk bahasa konvensional, mereka mengamati dan memproduksi suara dengan cara yang unik. Klinisi harus menentukan apakah bayi mengamati atau bereaksi terhadap suara. Bila tidak, ini merupakan indikasi untuk evaluasi fisik dan audiologi. Selanjutnya intervensi direncanakan untuk membangun lingkungan yang menyediakan banyak kesempatan untuk mengamati dan bereaksi terhadap suara.
  2. Kata-kata pertama : transisi ke bahasa anak. 3-9 bulan. Salah satu perkembangan bahasa utama milestone adalah pengucapan kata-kata pertama yang terjadi pada akhir tahun pertama, berlanjut sampai satu setengah tahun saat pertumbuhan kosa kata berlangsung cepat, juga tanda dimulainya pembetukan kalimat awal.  Berkembangnya kemampuan kognitif, adanya kontrol dan interpretasi emosional di periode ini akan memberi arti pada kata-kata pertama anak. Arti kata-kata pertama mereka dapat merujuk ke benda, orang, tempat, dan kejadian-kejadian di seputar lingkungan awal anak.
  3. Perkembangan kosa kata yang cepat-Pembentukan kalimat awal. 9-18 bulan.  Bentuk kata-kata pertama menjadi banyak, dan dimulainya produksi kalimat. Perkembangan komprehensif dan produksi kata-kata berlangsung cepat pada sekitar 18 bulan. Anak mulai bisa menggabungkan kata benda dengan kata kerja yang kemudian menghasilkan sintaks. Melalui interaksinya dengan orang dewasa, anak mulai belajar mengkonsolidasikan isi, bentuk dan pemakaian bahasa dalam percakapannya. Dengan semakin berkembangnya kognisi dan pengalaman afektif, anak mulai bisa berbicara memakai kata-kata yang tersimpan dalam memorinya.  Terjadi pergeseran dari pemakaian kalimat satu kata menjadi bentuk kata benda dan kata kerja.
  4. Dari percakapan bayi menjadi registrasi anak pra sekolah yang menyerupai orang dewasa. 18-36 bulan. Anak dengan mobilitas yang mulai meningkat memiliki akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan perkembangan kognitif menjadi semakin dalam.  Anak mulai berpikir konseptual, mengkategorikan benda, orang dan peristiwa serta dapat  menyelesaikan masalah fisik Anak terus mengembangkan pemakaian bentuk fonem dewasa.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK



Menurut Yusuf (2004) faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa adalah:

a. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa anak yang dari keluarga miskin mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasanaya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan perbedaan kecerdasan dan kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya) dan pada keluarga kelas rendah, kegiatan keluarga cenderung rendah kurang terorganisasi dari pada kelas menengah keatas. Pembicaraan antar keluarga juga jarang-jarang karena kegiatannya berfokus pada pencarian pendapatan, sehingga perkembangan bahasa anak kurang diperhatikan (Hetzer & Reindorf dalam Hurlock 1996).
Menurut Gegas (1979) dan Peterson serta Rollins (1987) dalam (Friedman, 1998) menyatakan bahasa dan kemampuan linguistik amat berkembang dikalangan anak dari kelas menengah keatas. Ibu dari kelas bawah lebih mengandalkan penggunaan perintah atau komando, padahal ibu dari kelas menengah keatas cenderung menjelaskan alasan adanya suatu aturan, selain itu perilaku ibu dan teknik dipengaruhi oleh banyaknya stres dan ketegangan yang dialmai ibu, sumber-sumber yang digunakan untuk membantu konseling, dan mendukung mereka, juga sosialisasi mereka sndiri sebagai anak yang menggambarkan suatu kelas sosial dimana mereka berasal.
Menurut (Friedman, 1998) sosial ekonomi adalah tingkatan kelas sosial masyarakat dibidang ekonomi yang terbagi dalam:

  1. Kelas sosial rendah dengan kreteria hanya mampu mencukupi kebutuhan primer saja (sandang, pangan, papan)
  2. Kelas sosial ekonomi menengah dengan kreteria mampu mencukupi kebutuhan primer dan sekunder (kebutuhan akan hiburan, rekreasi, menonton film dan lain-lain)
  3. Kelas sosial ekonomi atas dengan kreteria mampu mencukupi kebutuhan primer, sekunder, tersier (kebutuhan akan barang mewah: perhiasan, mobil, vila dan lain-lain)
Menurut Bank Rakyat Indonesia (2004) pendapatan dikatakan tinggi apabila pendapatan >3 juta, pendapatan sedang antara 1-3 juta, dan pendapatan rendah < 1 juta.

b. Hubungan Keluarga
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan ibu yang mengajar, melatih dan memberikan contoh bahasa kepada anak. Hubungan yang sehat antara ibu dengan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari ibunya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Hubungan yang tidak sehat itu bisa berupa sikap ibu yang keras/kasar, kurang kasih sayang, atau kurang perhatian untuk memberikan latihan dan contoh dalam berbahasa yang baik kepada anak, maka perkembangan bahasa anak cenderung akan mengalami stagnasi atau kelainan seperti: gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takt untuk mengungkapkan pendapat dan berkata yang kasar atau tidak sopan.
Menurut Hurlock (1996) lingkungan yang pertama dan utama masa anak adalah lingkungan keluarga, utamanya ibu. Hubungan antar keluarga mempunyai peran yang penting dalam menentukan pola, sikap, dan perilakunya kelak dalam hubungan dengan ibu. Meskipun pola ini akan berubah dengan semakin besarnya anak dan meluasnya lingkungan, tetapi pola intinya cenderung tetap. Inilah sebabnya mengapa hubungan keluarga yang dini merupakan unsur penting bagi perkembangan anak. Hubungan keluarga merupakan faktor penting dalam perkembangan individu. Ada tiga bukti yang menunjukkan hal tersebut:
1. Kurang kasih sayang
Anak yang dimasukkan kedalam suatu lembaga sehingga kurang mempunyai kesempatan yang wajar untuk mengungkapkan kasih sayang untuk dicintai oleh orang lain sehingga membuat anak menjadi pendiam, lesu, tidak responsif terhadap senyuman dan tidak berusaha untuk memperoleh kasih sayang, serta lebih lambat perkembangannya dari anak yang berada di lingkungan yang berbahagia.
2. Perilaku akrab
Hubungan anak dengan ibu atau pengganti ibu yang akrab, hangat dan memuaskan. Semua anak memerlukan perawatan yang terus menerus, sehingga anak merasa aman, puas dan ada hubungan keterikatan yang sangat erat yang merupakan dasar untuk mengadakan persahabatan dan menerima perilaku yang lebih baik.
3. Besarnya keluarga
Pengaruh besarnya keluarga terhadap awal perkembangan anak, dari anak keluarga besar yang jarak usia semua anak sangat kecil, mengalami sedikit hubungan langsung dengan ibunya karena ibunya terlalu sibuk. Anak yang kurang kasih sayang ibu, kurang kesempatan untuk mengembangkan keterikatan emosi, juga kekurangan perhatian dan rangsang mengakibatkan anak lesu dan pasif.
c. Faktor Kesehatan
Kesehatan merupakan faktor keluarga yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, tetutama pada bahasa awal kehidupannya. Apabila anak mengalami sakit terus-menerus maka anak tersebut akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasa anak secara formal.

d. Faktor Intelegensi
Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal atau diatas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan perkembangan bahasanya dikategorikan anak yang bodoh.

e. Jenis Kelamin (seks)
Pada tahu pertama usia anak tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dan wanita. Namun mulai usia 2 tahun, anak wanita menunjukkan perkembangan yang lebih.

CARA KOMUNIKASI YANG BAIK PADA ANAK



Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara berkomunikasi dengan anak, metode dalam berkomunikasi dengan anak tahapan atau langkah-langkah dalam melakukan komunikasi dengan anak serta peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat.

A. Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh kembang

1. Usia Bayi (0-1 tahun)

Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal. Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain.


2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996).
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat melakukan komunikasi.

3. Usia Sekolah (5-11 tahun)

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

4. Usia Remaja (11-18 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.


B. Cara komunikasi dengan anak

Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak, antara lain :

1. Melalui orang lain atau pihak ketiga

Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada di samping anak. Selain itu dapat digunakan cara dengan memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta hal lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.

2. Bercerita

Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun gambar.

3. Memfasilitasi

Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.

4. Biblioterapi

Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.

5. Meminta untuk menyebutkan keinginan

Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat itu.

6. Pilihan pro dan kontra

Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.

7. Penggunaan skala

Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.

8. Menulis

Melalui cara ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam. Cara ini dapat dilakukan apabila anak sudah memiliki kemampuan untuk menulis.

9. Menggambar

Seperti halnya menulis menggambar pun dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya, perasaan jengkel, marah yang biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkan perasaannya apabila perawat menanyakan maksud dari gambar yang ditulisnya.

10. Bermain

Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi, melalui ini hubungan interpersonal antara anak, perawat dan orang di sekitarnya dapat terjalin, dan pesan-pesan dapat disampaikan.


Sumber: Pediatrik.com/php

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MARASMUS


PENGERTIAN


  • Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).
  • Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
  • Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
  • Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
  • Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.
  • Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk :
  1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
  2. Sebagai cadangan protein tubuh.
  3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
  4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
  5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.

ETIOLOGI
  • Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
  • Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).

PATOFISIOLOGI
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).

MANIFESTASI KLINIK
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis

PENATALAKSANAAN
  1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
  2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
  3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
  4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.

Penanganan KKP berat
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
  • Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.
  • Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
  • Pengobatan infeksi
  • Pemberian makanan
  • Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung.

Menurut Arisman, 2004:105
  • Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
  • Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam.
  • Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
  • Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.
  • Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100.

Menurut Nuchsan Lubis
Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV.
  • cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%.
  • Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
  • Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
  • Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan
  • Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari.
  • Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari.
  • Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik
  • Mengukur TB dan BB
  • Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter)
  • Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
  • Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.

FOKUS INTERVENSI
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang). (Wong, 2004)
Tujuan :
Pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
meningkatkan masukan oral.
Intervensi :
a. Dapatkan riwayat diet
b. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan
c. Minta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan
d. Gunakan alat makan yang dikenalnya
e. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka
f. Sajikan makansedikit tapi sering
g. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare. (Carpenito, 2001:140)
Tujuan :
Tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
Mukosa bibir lembab, tidak terjadi peningkatan suhu, turgor kulit baik.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
b. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
c. Ukur haluaran urine dengan akurat

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik. (Doengoes, 2000).
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
kulit tidak kering, tidak bersisik, elastisitas normal
Intervesi :
a. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi
b. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi
c. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang
d. Alih baring

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
suhu tubuh normal 36,6 C-37,7 C,lekosit dalam batas normal

Intervensi :
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
b. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
c. Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi
d. Beri antibiotik sesuai program

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi (Doengoes, 2004)
Tujuan :
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil:
Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup,mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
Intervensi :
a. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien
b. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
c. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
d. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien

6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat. (Carpenito, 2001:157).
Tujuan :
Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.
Kriteria hasil :
Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.
b. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II
c. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan
d. Berikan mainan sesuai usia anak.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. (Carpenito, 2001:3)
Tujuan :
Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil :
Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.
Intervensi :
a. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia
b. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien

8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi). (Carpenio, 2001:143).
Tujuan :
Kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edema, memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.
Intervensi :
a. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan
b. Ubah posisi sedikitnya 2 jam
c. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

ASKEP ASFIKSIA NEONATORUM


A. PENGERTIAN
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)

Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).

B. JENIS ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)


C. KLSIFIKASI ASFIKSIA
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

D. ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma

2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
• Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan
• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps
• Trauma dari dalam : akibat obet bius.
Penyebab asfiksia Stright (2004)
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
• Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
• Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
• Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

F. PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

G. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

3.Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.

4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.


ASUHAN KEPERWATAN
PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

A. PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
• Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
• Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
• Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
• Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.

2. Eliminasi
• Dapat berkemih saat lahir.

3. Makanan/ cairan
• Berat badan : 2500-4000 gram
• Panjang badan : 44-45 cm
• Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

4. Neurosensori
• Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
• Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
• Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)

5. Pernafasan
• Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
• Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
• Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

6. Keamanan
• Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
• Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
• Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
• Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.

C. PRIORITAS KEPERAWATAN
• Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
• Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
• Mencegah cidera atau komplikasi.
• Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.



E. INTERVENSI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi

Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Suction jalan nafas
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.

DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah

DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).

DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.

DP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.

E. EVALUASI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas tambahan.(skala 3)

NOC II
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala 3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)

DP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.(skala 3)

DP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas normal.(skala 3)
DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.(skala 4)

DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga. (skala 3)

DP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah. (skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala 3)
4. Mengatur ulang cara perawatan. (skala 3)
NOC II
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala 3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC
Mochtar. R. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Saifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC

Kamis, 14 Juni 2012

Apakah itu KEBAHAGIAAN ??




Bagi orang miskin uang itulah kebahagiaan

Bagi orang sakit kesehatan itulah kebahagiaan

Bagi pemuda lajang pasangan hidup itulah kebahagiaan

Bagi mahasiswa gelar sarjana itulah kebahagiaan

Bagi penganggur pekerjaan itulah kebahagiaan

Bagi yang kebanyakan pekerjaan liburan itulah kebahagiaan

Bagi orang tua anak berbakti itulah kebahagiaan

Bagi orang lumpuh berjalan itulah kebahagiaan

Bagi orang buta melihat itulah kebahagiaan

Bagi pemabok alkohol itulah kebahagiaan

Bagi ibu-ibu kaya shopping itulah kebahagiaan

Bagi politikus jabatan dan kuasa itulah kebahagiaan

Bagi selibritis popularitas itulah kebahagiaan

Semua orang punya definisi sendiri ttng kebahagiaan, namun sedikit sekali yang mengatakan Hidup dalam kasih Allah
dan Rasa syukur itulah kebahagiaan.!!

Kebahagiaan-kebahagiaan di atas sebenarnya bukanlah kebahagiaan, lebih tepat adalah kesenangan, kepuasan dan kegembiraan yang singkat dan sementara.
Dan itu belum tentu didapatkan.

Kebahagiaan sejati hanya ada dalam KASIH ALLAH dan RASA
SYUKUR atas apapun NIKMAT yang diberikan ALLAH kepada Kita.

Sumber: fastabiq.com

Rabu, 13 Juni 2012

TOKSOPLASMOSIS PADA BAYI



Penularan oleh Toxoplasma gondii dapat melalui oral, maupun transplasental, jarang secara parenteral , kecuali di laboratorium atau dari transfusi.
Pada anak dengan status imunologi normal infeksi akut biasanya asimtomatik Setelah penularan, organisme yang berbentuk kista berada dalam host untuk beberapa saat. Infeksi kongenital , jika tak diobati akan menimbulkan gejala pada periode perinatal atau sesudahnya. Gejala tesebut antara lain: chorioretinitis, dan gangguan syaraf sentral. Selain itu dapat juga berupa IUGR, demam, limfadenopati, kehilangan pendengaran, pneumonitis,hepatitis dan trombositopenia. Toksoplasmosis kongenital pada bayi dengan infeksi HIV sifatnya fulminan./ganas.

Etiologi.
T.gondii adalah golongan protosoa. Bentuk tachyzoites oval atau seperti separo bulan, berkembang hanya dalam sel hidup dan berukuran 2-4 x 4-7 µm. Kista di jaringan yang berukuran 10-100 µm berisi jutaan parasit dan tetap tinggal di jaringan , khususnya di susunan syaraf pusat dan otot skelet maupun otot jantung selama hidup.Hospes perantara antara lain biri-biri, kambing, binatang pengerat, sapi, babi , ayam dan burung. Semua binatang tersebut dapat mengandung stadium infektif dari T. Gondii yang membentuk kista dalam jaringan tersebut.

Epidemiologi.

Menyebar di seluruh dunia. Insiden infeksi kongenital di USA sekitar 1/1.000 sampai 1/10.000 per kelahiran hidup. Di Indonesia (??) Kucing umumnya sebagai host. Kucing mendapat infeksi lewat oral karena makan daging yang tak dimasak yang mengandung kista atau memasaknya kurang baik. Parasit kemudian berkembang biak secara sexual di usus halus kucing kemudian mulai mengeluarkan ekskret oocyte dalam tinja 3-50 hari sesudah infeksi yang dapat bertahan 7 -14 hari. Oocyste membutuhkan fase pematangan 24-48 jam sebelum bersifat infektif saat lewat oral. Host perantara seperti kambing, babi dan ternak lain kedapatan kista di otak, miokardium, otot dan organ lain dan kista ini dapat bertahan seumur hidup disitu. Manusia dapat tertular jika:1. menyentuh atau kontak langsung dengan tinja kucing, sehingga mendapat infeksi dari oocyste di kotoran tersebut, 2.makan daging yang saat memasaknya kurang baik sehingga kista tidak mati, atau 3.terkontaminasi dari makan buah-buahan yang tidak dicuci sebelum dikupas/disajikan.. Membekukan – 200 C atau memanaskan di atas 660 C dapat membuat kista menjadi noninfeksius. Kecuali dari penularan transplasental dari ibu ke janin atau karena transplantasi organ maupun transfusi , penularan antar manusia tak terjadi. Masa inkubasi sekitar 7 hari ( 4-21 hari ).


Patofisiologi.

Toxoplasmosis dapat dalam bentuk kongenital dan didapat sesudah lahir , perubahan histologis terjadi di semua jaringan. Pada bentuk kongenital perubahan banyak terjadi di susunan syaraf sentral, retina dan chorioid. Retinochoriditis umumnya terjadi pada toxoplasmosis yang didapat. Selama masa laten Toksoplasma dalam jaringan terdapat dalam bentuk kista. Nekrosis banyak terdapat di jaringan terutama di jantung, paru otot skelet, hepar dan lien , Area kalsifikasi didapat di otak dari pasien toxoplasmosis kongenital, Periaquaductus dan periventrikuler vasculitis dan nekrosis dapat menyebabkan penutupan aqueductus Sylvii atau foramen Monroe sehingga terjadi hidrosefalus. Penutupan dapat terjadi juga sesudah periode perinatal.

Gambaran klinis.

Bayi dengan infeksi kongenital umumnya asimtomatis saat lahir ( 70-90 % kasus ), walaupun ada gangguan penglihatan dan pendengaran atau retardasi mental yang akan nampak beberapa bulan kemudian. Tanda tanda toksoplasmosis kongenital saat lahir dapat berupa maculopapular rash, limfadenopati menyeluruh, hepatomegali, splenomegali, ikterus, trombositopenia. Sebagai akibat meningoensefalitis, dapat terjadi kelainan pada cairan serebrospinalis, hidrosefalus, mikrosefalus, khorioretinitis, kejang. Pada kasus yang berat meninggal dalam kandungan atau beberapa saat/ hari setelah lahir. Pemeriksaan secara radiologis : USG atau CT Scan kepala dapat terlihat adanya kalsifikasi serebri.
Infeksi Toxoplasma gondii yang di dapat sesudah lahir biasanya juga asimtomatic. Jika gejala timbul umumnya tidak spesifik seperti malaise, demam, sakit tenggorok dan mialgia. Limfadenopati di servikal adalah tanda yang umum. Perjalanan klinisnya benigna . Miokarditis, perikarditis,dan pneumonia jarang menjadi komplikasi.

Diagnosis.

Tes Serologi adalah yang utama tetapi harus di interpretasikan secara hati hati. Kadar IgG spesifik mencapai puncaknya 1-2 bulan setelah infeksi . Untuk pasien dengan sero konversi atau kadar / titerIgG nya 4 kali lipat maka titer IgM perlu di konfirmasi untuk mengetahui apakah ada infeksi akut karena IgM spesifik menunjukkan adanya infeksi akut atau masih adanya infeksi. IgM spesifik antibodi dapat di deteksi 2 minggu setelah infeksi, kadar puncak dicapai pada 1 bulan setelah infeksi sesudah itu menurun dan tak dapat di deteksi 6-9 bulan kemudian tetapi umumnya masih ada sampai 2 tahun. Tes IgA dan IgE spesifik tidak rutin dilakukan walaupun dapat untuk mendeteksi adanya infeksi kongenital. Pada bayi yang tak terinfeksi kadar IgM nya negatip dan penurunan IgG terjadi sampai umur 6-12 bulan.
Bayi lahir yang diduga terkena infeksi toksoplasmosis segera dilakukan pemeriksaan oftalmologi, pendengaran dan pemeriksaan syaraf dengan punksi lumbal dan CT Scan kepala.
Bayi dengan infeksi HIV yang terkena infeksi Toksoplasma titer IgG nya bervariasi tetapi titer IgM nya kadang-kadang tak muncul.

Pengobatan.

Kesulitan dalam pengobatan adalah karena terapi efektive dapat membunuh saat fase tachyzoite dari parasit tetapi tak efektive menghancurkan kista bradyzoite, disamping itu memerlukan waktu yang lama dapat sampai 6 bulan -1 tahun.
A. Untuk bayi yang simtomatik diberikan kombinasi pyrimethamine, sulfadiazine dan leucoverin calcium ditambah asam folat untuk mencegah depresi sumsum tulang atau ada juga kombinasi pyrimethamine dengan spiramisin saja atau dikombinasi dengan Clyndamysin tergantung keadaan penderita dan tempat pengobatan . Clyndamycin biasanya diberikan kepada penderita Toksoplasmosis okuler. Pemberian kortikosteroid pada penderita toksoplasmosis masih kontroversial. Untuk penderita HIV yang terinfeksi Toksoplasmosis pengobatan berlangsung seumur hidup.
B. Pencegahan.

- Masak daging pada suhu > 660 C
- Cuci tangan dengan sabun setelah memegang daging mentah atau buah.
- Cuci buah sebelum dikupas /disajikan.
- Cuci alat dapur yang telah dipakai dengan sabun.
- Pakai sarung tangan saat berkebun.
Bahan bacaan.

1. Pickering LK, Peter G, Baker CJ, et al. Toxoplasmosis. In Red Book 2000. Report of the Committee on Infectious Diseases. American Academy of Pediatrics. 25thEd. 2000;583-86.
2. Gomella TL, Cunningham MD, Toxoplasmosis. In Neonatology. Lange Medical Publishing Division. 5th Ed.. 2004;442-44.
3. Behrman RE, Kleigman RM, Toxoplasmosis. In Nelson Textbook of Pediatrics.14 th. Ed. 1992;883-92.
4. Guerina NG. Toxoplasmosis In Manual of Neonatal Care. Ed. Cloherty JP and Stark AR. Lippincott Williams &Wilkins. 4th ed. 1998;318-327.
5. Toxoplasmosis. http://www.kidshealth.org/parent/infections/parasitic/toxoplasmosis.html 18-11-2006.



Selasa, 12 Juni 2012

Seberapa Bahayakah Toksoplasma Bagi Wanita Hamil?



Rubrik: Healthy 
Istilah Toksoplasma, pasti sudah tidak asing lagi di telinga para wanita. Walau terdengar begitu familiar, nyatanya banyak orang yang tidak paham betul mengenai penyakit ini. Penyakit yang mengkambing hitamkan kucing ini, selalu membuat para wanita waswas akan infeksinya, terutama bagi mereka yang sedang mengandung.

Apa itu Toksoplasma?
Toksoplasma sebenarnya diakibatkan oleh parasit Toksoplasma gondii. Selain melalui manusia, Toksoplasma lebih sering ditularkan oleh semua jenis hewan, termasuk burung, ikan, kelinci, anjing, babi, kambing, hingga mamalia. Parasit ini juga bisa terdapat pada daging setengah matang, telur setengah matang, buah-buahan atau sayuran yang tercemar tinja hewan peliharaan yang mengandung virus toksoplasma.
Toksoplasma biasanya sifatnya tachizoit (parasit)yang terdapat dalam cairan tubuh seperti darah, air liur, dan cairan sperma. Tachizoit pun bisa bersarang di calon telur atau kelenjar susu sehingga tidak menutup kemungkinan telur dan air susu pun bisa tertular toksoplasma. Penularan penyakit ini juga bisa terjadi lewat transfusi darah atau transplantasi organ yang membawa kista toksoplasma. Cangkok jantung, ginjal, dan hati bisa menjadi ajang penularan toksoplasma.
Akibat Toksoplasma Pada Wanita Hamil Dan Bayi
Ibu hamil yang terinfeksi toksoplasma, dapat memiliki berbagai resiko diantaranya, infeksi janin dan kelahiran dini. Sedangkan, toksoplasma pada bayi dapat menyebabkan kelainan pada saraf, mata serta kelainan sistemik seperti pucat, kuning, demam, pembesaran hati dan limpa atau pendarahan. Mengerikan memang dampak toksoplasma ini. So, bagaimana pencegahan yang bisa kita lakukan?
Pencegahan
Jika kamu sedang hamil, hendaknya lakukan pemeriksaan rutin untuk menghindari dan mengatisipasi terkena toksoplasma. Untuk mengetahuinya, kamu bisa melakukan pemeriksaan. Salah satunya dengan melakukan tes laboratorium yang disebut TORCH. Yaitu pemeriksaan melalui 4 jenis tes, parasit TOxoplasma, virus Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan virus Herpes.
Selain itu, lakukan pemeriksaan terhadap binatang peliharaan kamu di rumah apakah mereka memiliki infeksi aktif atau tidak. Bersihkan juga kandang mereka setiap hari, karena parasit Toksoplasma dapat menular melalui kotoran hewan. Usahakan untuk tidak makan daging mentah, daging yang kurang matang atau susu yang tidak di pasteurisasi.

Mengenal Lebih Jauh Tentang Toksoplasma



Penyakit toksoplasma, pasti tidak terdengar asing bagi Anda. Penyakit yang kerap mengambinghitamkan kucing ini malah ditengarai sudah menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia. Bentuknya memang kecil, tapi dampak penyakit ini bisa menyebabkan cacat seumur hidup hingga kematian.
Toksoplasma disebabkan oleh sejenis parasit, yaitu toksoplasma gondii. “Ukuran parasit ini lebih besar daripada virus dan lebih kecil daripada kuman,” terang dr. Hendro Adi Kuncoro dari RS Kasih Ibu, saat ditemui di tempat kerjanya, awal pekan ini. Meski dikenal sebagai parasit kucing, toksoplasma nyatanya tak pernah pandang bulu saat menyerang. Semua jenis binatang, seperti burung, ikan, kelinci, sapi, kambing, babi hingga manusia bisa terjangkit penyakit ini.

“Banyak kalangan masih salah kaprah, mengira toksoplasma hanya bisa ditularkan oleh kucing. Padahal semua binatang dan manusia punya potensi penularan yang sama,” kata dr. Hendro lagi. Lantas bagaimana metode penularannya? Secara umum, lanjut dia, toksoplasma dapat ditularkan melalui tiga cara yaitu tertelan, melalui kotoran dan cairan tubuh seperti air liur, sperma, transfusi darah serta donor organ.
Parasit tokso, mampu bertahan hidup dengan menempel pada berbagai organ dan jaringan makhluk hidup. Ia hidup nyaman dan berkembang biak dalam sel darah putih, jaringan parenkim dan sel endotel. Saat manusia menyantap daging hewan terinfeksi toksoplasma dalam keadaan setengah matang, parasit yang bertahan dalam bentuk kista ini bakal ikut tertelan dan berkembang biak.
Selain hidup menempel pada jaringan-jaringan tubuh, toksoplasma juga berkembang biak secara sempurna dalam saluran cerna binatang. Telur (oosit) toksoplasma lantas ikut terbuang melalui kotoran. “Oosit yang hidup di kotoran dan tanah yang lembab mampu bertahan hidup hingga satu tahun. Sambil menunggu induk semang baru,” lanjut dia.

Untungnya, sebagian besar manusia memiliki kekebalan tubuh relatif tinggi. Akibatnya, sekitar 80% hingga 90% pasien yang terinfeksi toksoplasma tak merasakan gejala yang berarti. Gejalanya, kata Hendro, tak jauh beda dengan gejala flu ringan, misalnya badan terasa agak demam, sakit kepala, lemas hingga gangguan kulit dan bengkak pada kelenjar getah bening.
Namun lain halnya apabila toksoplasma menginfeksi pasien dengan daya tahan tubuh rendah seperti penderita TBC, HIV/AIDS atau bayi. Pada kasus ini, gejala yang timbul biasanya lebih berat. Kalau parasit menginfeksi bagian mata, pasien bisa mengalami gangguan penglihatan, mulai dari pandangan kabur, kerusakan retina sampai kebutaan.

Sementara itu, kalau infeksi terjadi pada jantung dapat mengakibatkan kerusakan katup jantung. Infeksi pada jaringan syaraf dan otak menimbulkan berbagai gejala yaitu sakit kepala, rasa baal (mati rasa) sebagian anggota tubuh hingga menimbulkan kejang-kejang yang berujung pada kematian. “Namun kasus fatal akibat toksoplasma jumlahnya kecil sekali!”
Namun justru kedatangannya yang tak disertai gejala berarti inilah yang membuat Anda perlu lebih waspada terhadap parasit toksoplasma. Pasalnya, tanpa penanganan medis, toksoplasma dapat bertahan hidup hingga seumur hidup Anda.

“Pada tubuh dengan daya tahan tinggi, toksoplasma mungkin tidak akan menimbulkan gejala. Ia hanya membentuk diri menjadi kista, menempel pada jaringan tubuh, dan siap menginfeksi bila yang bersangkutan kembali terpapar toksoplasma dalam jumlah besar,” pungkas dia.

Sumber : Solopas.com

Doppler janin Monitor





Doppler janin Monitor
DopplerSonographyBloodFlowDiagram-de.svg
Diciptakan pada tahun 1958 oleh Dr Edward H. Hon [1] sebuah Doppler janin monitor atau Doppler jantung monitor denyut janin genggam USG transduser digunakan untuk mendeteksi detak jantung dari janin untuk kehamilan . Ia menggunakan Efek Doppler untuk memberikan simulasi terdengar dari detak jantung. Beberapa model juga menampilkan denyut jantung di denyut per menit. Penggunaan monitor ini kadang-kadang dikenal sebagai auskultasi Doppler. Monitor Doppler janin biasanya disebut hanya sebagai "Dopplers".
Monitor janin Doppler memberikan informasi tentang janin mirip dengan yang disediakan oleh stetoskop janin . Satu keuntungan dari monitor Doppler janin melalui stetoskop (murni akustik) janin adalah output audio elektronik, yang memungkinkan orang selain pengguna untuk mendengar detak jantung. Salah satu kelemahan adalah kompleksitas lebih besar dan biaya dan keandalan yang lebih rendah dari perangkat elektronik. [ rujukan? ]
Awalnya ditujukan untuk digunakan oleh para profesional perawatan kesehatan, perangkat ini menjadi populer untuk penggunaan pribadi.

Isi

denyut jantung janin

Dimulai pada minggu ke 5 denyut jantung janin mempercepat sebesar 3,3 bpm per hari untuk bulan berikutnya.
Jantung janin mulai berdetak di sekitar tingkat yang sama dengan ibu, yang biasanya 80 sampai 85 bpm. Para denyut jantung janin perkiraan selama berminggu-minggu 5 sampai 9 (dengan asumsi tingkat awal 80):
  • Minggu 5 dimulai pada 80 dan berakhir pada 103 bpm
  • Minggu 6 dimulai pada 103 dan berakhir di 126 bpm
  • Minggu 7 dimulai di 126 dan berakhir di 149 bpm
  • Minggu 8 dimulai pada 149 dan berakhir di 172 bpm
  • Pada minggu ke 9 detak jantung janin cenderung mengalahkan dalam jarak 155-195 bpm.
Pada titik ini, detak jantung janin mulai menurun, dan umumnya jatuh dalam kisaran 120 sampai 160 bpm pada minggu 12. 

Jenis Dopplers

Dopplers untuk rumah atau keperluan rumah sakit berbeda dalam cara berikut:
  • Produsen: produsen populer adalah Nicolet, Huntleigh, Summit Doppler, EchoHeart, USG Technologies (Seward / Wakeling), Taman Medis Elektronik (sebagai Dopplers Kandungan), dan Sunray .
  • Tipe probe: tahan air atau tidak. Probe tahan air yang digunakan untuk kelahiran air .
  • Frekuensi: 2 - atau 3 - MHz probe. Kebanyakan praktisi dapat menemukan detak jantung dengan probe baik. Penyelidikan yang 3-MHz dianjurkan untuk mendeteksi detak jantung pada awal kehamilan (8-10 minggu kehamilan ). Penyelidikan 2-MHz dianjurkan untuk wanita hamil yang kelebihan berat badan. Sebuah 5-MHz baru EchoHeart transvaginal janin Doppler Probe membantu dalam deteksi nada jantung janin (FHT) di awal kehamilan (6-8 minggu) dan untuk pasien yang memiliki rahim retroversi atau selama kehamilan untuk deteksi FHT untuk wanita yang mengalami obesitas.
  • Hati Tampilan kecepatan: beberapa Dopplers otomatis menampilkan denyut jantung, karena orang lain denyut jantung janin harus dihitung dan dihitung per praktisi.
Penggunaan generik dari kata "Sonicaid" untuk monitor Doppler janin berasal dari produk-produk dari perusahaan Inggris Sonicaid Ltd Sonicaid produk termasuk D205/206 Dopplers janin portabel dan FM2/3/4 serangkaian monitor janin. Perusahaan ini diakuisisi oleh Oxford Instrumen pada tahun 1987 untuk membentuk Oxford Sonicaid.

 Sumber : Wikipedia, ensiklopedia

SEPARATION ANXIETY


Separation anxiety adalah rasa ketakutan untuk berpisah. Fase ini merupakan salah satu perkembangan baru si kecil yang biasanya timbul mulai usia 8 bulan.
Pada usia 6 bulan, si kecil akan tersenyum senang pada siapa pun dan minta digendong. Pada usia 7 bulan, si kecil akan mulai lebih enggan. Lalu di usia 8 bulan, bunda akan menjadi orang favorit si kecil, sampai-sampai ia akan menangis dan rewel jika bunda keluar ruangan.

Walaupun biasanya terjadi di usia 8 bulan, fase ini terjadi secara bervariasi di setiap anak. Beberapa anak akan mengalami separation anxiety baru saat ia berusia 18 bulan bahkan sudah berusia 2 tahun.
Begitu juga soal lama fase ini berlangsung juga bisa berbeda di setiap anak. Respon orang tua terhadap fase ini juga berpengaruh.
Di masa ini, bunda akan mengalami berbagai macam emosi. Ada rasa bahagia dan puas karena merasa si kecil mulai punya rasa ketergantungan pada bunda. Namun, juga bisa menimbulkan rasa bersalah saat bunda ingin punya ‘me-time’. Bisa juga bunda mulai merasa terlalu memberikan perhatian yang berlebihan bagi si kecil.

Namun demikian, bunda juga harus selalu ingat, keengganan si kecil berpisah dari bunda merupakan tanda bahwa hubungan yang sehat di antara bunda dan si kecil sudah terjalin. Lama kelamaan si kecil akan memahami bahwa bunda akan selalu kembali setelah pergi dan si kecil akan tetap merasa nyaman apabila tidak bersama bunda. Hal ini akan membantu si kecil belajar mengatasi rasa takut pada perpisahan dan membangun kemandirian.
Fase separation anxiety akan hilang dengan sendirinya seiring si kecil bertumbuh besar. Namun ada hal-hal yang harus bunda lakukan supaya fase ini dapat diatasi dengan baik.
  • Kenali waktu yang tepat. Apabila bunda berniat menitipkan si kecil pada pengasuh di rumah atau di daycare, sebaiknya jangan di saat fase ini muncul, antara usia 8 bulan hingga 12 bulan. Lakukan di bawah usia 8 bulan atau di atas 12 bulan. Saat harus meninggalkan si kecil, pastikan saat ia tidak dalam keadaan lapar atau mengantuk.
  • Membiasakan diri. Ini penting baik untuk bunda maupun si kecil. Bunda harus membiasakan diri berpisah dengan si kecil dan si kecil harus terbiasa berada di tempat baru dan berjumpa dengan orang baru.  Beri waktu si kecil untuk mengenal pengasuhnya atau lakukan beberapa kali kunjungan ke tempat penitipan anak sebelum  bunda benar-benar meninggalkan si kecil.
  • Tetap tenang dan konsisten. Saat bunda harus pergi, lakukan ritual perpisahan yang menyenangkan. Bunda harus tetap tenang dan percaya diri di depan si kecil. Yakinkah si kecil kalau bunda akan kembali setelah urusan bunda selesai dan berikan penjelasan kapan bunda akan kembali (misalnya setelah adik makan siang), karena si kecil belum paham tentang konsep waktu. Berikan perhatian penuh saat melakukan perpisahan. Bersikap konsisten dengan tidak kembali saat si kecil menangis, karena hal ini hanya akan saat perpisahan jadi semakin sulit.
  • Penuhi janji. Pastikan bunda kembali di waktu yang bunda janjikan pada si kecil. Ini sangat penting karena dapat membantu si kecil membangun rasa percaya diri bahwa ia bisa mengatasi rasa kesepiannya selama berpisah dari bunda.
Separation anxiety adalah rasa ketakutan untuk berpisah. Fase ini merupakan salah satu perkembangan baru si kecil yang biasanya timbul mulai usia 8 bulan.
Pada usia 6 bulan, si kecil akan tersenyum senang pada siapa pun dan minta digendong. Pada usia 7 bulan, si kecil akan mulai lebih enggan. Lalu di usia 8 bulan, bunda akan menjadi orang favorit si kecil, sampai-sampai ia akan menangis dan rewel jika bunda keluar ruangan.
Walaupun biasanya terjadi di usia 8 bulan, fase ini terjadi secara bervariasi di setiap anak. Beberapa anak akan mengalami separation anxiety baru saat ia berusia 18 bulan bahkan sudah berusia 2 tahun.
Begitu juga soal lama fase ini berlangsung juga bisa berbeda di setiap anak. Respon orang tua terhadap fase ini juga berpengaruh.
Di masa ini, bunda akan mengalami berbagai macam emosi. Ada rasa bahagia dan puas karena merasa si kecil mulai punya rasa ketergantungan pada bunda. Namun, juga bisa menimbulkan rasa bersalah saat bunda ingin punya ‘me-time’. Bisa juga bunda mulai merasa terlalu memberikan perhatian yang berlebihan bagi si kecil.
Namun demikian, bunda juga harus selalu ingat, keengganan si kecil berpisah dari bunda merupakan tanda bahwa hubungan yang sehat di antara bunda dan si kecil sudah terjalin. Lama kelamaan si kecil akan memahami bahwa bunda akan selalu kembali setelah pergi dan si kecil akan tetap merasa nyaman apabila tidak bersama bunda. Hal ini akan membantu si kecil belajar mengatasi rasa takut pada perpisahan dan membangun kemandirian.
Fase separation anxiety akan hilang dengan sendirinya seiring si kecil bertumbuh besar. Namun ada hal-hal yang harus bunda lakukan supaya fase ini dapat diatasi dengan baik.
  • Kenali waktu yang tepat. Apabila bunda berniat menitipkan si kecil pada pengasuh di rumah atau di daycare, sebaiknya jangan di saat fase ini muncul, antara usia 8 bulan hingga 12 bulan. Lakukan di bawah usia 8 bulan atau di atas 12 bulan. Saat harus meninggalkan si kecil, pastikan saat ia tidak dalam keadaan lapar atau mengantuk.
  • Membiasakan diri. Ini penting baik untuk bunda maupun si kecil. Bunda harus membiasakan diri berpisah dengan si kecil dan si kecil harus terbiasa berada di tempat baru dan berjumpa dengan orang baru.  Beri waktu si kecil untuk mengenal pengasuhnya atau lakukan beberapa kali kunjungan ke tempat penitipan anak sebelum  bunda benar-benar meninggalkan si kecil.
  • Tetap tenang dan konsisten. Saat bunda harus pergi, lakukan ritual perpisahan yang menyenangkan. Bunda harus tetap tenang dan percaya diri di depan si kecil. Yakinkah si kecil kalau bunda akan kembali setelah urusan bunda selesai dan berikan penjelasan kapan bunda akan kembali (misalnya setelah adik makan siang), karena si kecil belum paham tentang konsep waktu. Berikan perhatian penuh saat melakukan perpisahan. Bersikap konsisten dengan tidak kembali saat si kecil menangis, karena hal ini hanya akan saat perpisahan jadi semakin sulit.
  • Penuhi janji. Pastikan bunda kembali di waktu yang bunda janjikan pada si kecil. Ini sangat penting karena dapat membantu si kecil membangun rasa percaya diri bahwa ia bisa mengatasi rasa kesepiannya selama berpisah dari bunda.

    Sumber: Zwitsal

Tangisan Bayi, Refluks & Kolik





Semua bayi menangis karena menangis itu adalah cara bayi berkomunikasi. Menangis itu normal, tapi tangisan yang berlebihan bahkan menunjukkan rasa tidak nyaman harus dicari tahu sebabnya.
Si kecil menangis bisa karena lapar, bosan, terlalu terstimulasi, lelah, tidak nyaman atau kesakitan.
Tangisan yang berlebihan, didefinisikan secara medis sebagai tangisan berkelanjutan selama lebih dari 3 jam dalam 24 jam (terkesan nonstop karena menangis terus menerus). Apabila bayi Anda mengalami hal seperti ini, segera temui ahli medis untuk memastikan tidak ada masalah medis.
Alasan medis paling umum yang menyebabkan tangisan berlebihan ini, biasanya disebabkan karena Refluks dan Kolik.

Refluks
Refluks gastroesofageal terjadi karena katup di atas lambung si kecil yang belum sempurna menyebabkan susu naik keluar. Asam perut dalam susu yang dimuntahkan membakar esofagus (saluran makanan) si kecil dan luka ini membuatnya menangis.
Bayi yang mengalami refluks sering kali melengkungkan punggungnya kesakitan dan tidak suka dibaringkan rata.
Walaupun refluks sangat mengganggu bayi maupun orang tua, kondisi ini dapat diobati.

Kolik
Umumnya bayi yang mengalami kolik akan menangis terus pada malam hari. Kolik paling umum terjadi pada bayi usia 2-3 tahun dan tidak dapat dipastikan penyebabnya.
Jika si kecil menangis berjam-jam, terkesan kesakitan, berteriak dan menarik kakinya terus menerus ke arah perut, kemungkinan ia menderita kolik.
Kolik biasanya akan terjadi beberapa hari tapi hampir tidak pernah berlangsung lebih dari beberapa bulan. Walaupun tidak nyaman, kolik tidak membahayakan si kecil.

Menenangkan Bayi yang Menangis
Ada banyak cara untuk menenangkan si kecil, teknik-teknik berikut biasanya ampuh dilakukan:
  1. Menggendong.
    Gendong lah si kecil sambil mengayunkan perlahan, biasanya ini akan membantunya lebih tenang.
  2. Gerakan
    Gendong lah si kecil menggunakan gendongan atau selendang sambil berjalan-jalan, atau mengajaknya berkeliling dalam kereta bayi. Gerakan yang konstan disukai bayi-bayi. Bahkan membawanya berkeliling dalam mobil juga ampuh menenangkan, walaupun akan merepotkan juga kalau cara ini sudah menjadi kebiasaan.
  3. Suara konstan atau white noise
    Suara mesin cuci yang dinyalakan, mesin penghisap debu bahkan suara electric breastpump juga dapat menenangkan si kecil. Menimangnya sambil membuat bunyi ‘shh’ termasuk juga suara konstan yang menenangkan.
  4. Mengisap agar nyaman
    Mengisap payudara akan membuat bayi lebih tenang, bahkan jika tidak lapar, karena secara alamiah, bayi ingin mengisap. Begitu juga mengisap jari-jarinya atau empeng.
  5. Pijatan
    Biasanya bayi yang menderita kolik dapat lebih tenang setelah mendapat pijatan/ usapan terutama di bagian perut. Pijatan akan meringankan sakitnya.
  6. Ajak bicara
    Sambil menimang, ajak lah si kecil mengobrol agar rasa tidak nyamannya teralihkan.