Rabu, 24 Oktober 2012

ASKEP MENINGITIS DAN ENCEFALITIS II



     A.    MENINGITIS
1.      Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
2.      Etiologi
a.       Bakteri
Pada neonatus, organisme primer penyebab meningitis adalah basil enteric gram negatif, batang gram negatif dan streptokokus grup B. Pada anak yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun, organisme primer penyebab meningitis adalah haemophilus influenzae tipe B. Meningitis pada anak yang lebih besar umumnya disebabkan oleh infeksi Neisseria meningitidis atau infeksi stafilokokus.
b.      Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
c.       Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak yang mendapat obat-obat imunosupresi
d.      Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan system persarafan.
v  Faktor resiko terjadinya meningitis :
1.      Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
§  Otitis media
§  Pneumonia
§  Sinusitis
§  Sickle cell anemia
§  Fraktur cranial, trauma otak
§  Operasi spinal
§  Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2.      Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea
3.      Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium
3.        Manifestasi Klinis
v  Anak dan Remaja
a.       Demam
b.      Mengigil
c.       Sakit kepala
d.      Muntah
e.       Perubahan pada sensorium
f.       Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)
g.      Peka rangsang
h.      Agitasi
i.        Dapat terjadi: Fotophobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
j.        adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
k.      Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma.
v  Bayi dan Anak Kecil
a.       Demam
b.      Muntah
c.       Peka rangsang yang nyata
d.      Sering  kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)
e.       Fontanel menonjol.
v  Neonatus:
a.       Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari,
b.      Menolak untuk makan.
c.       Kemampuan menghisap menurun.
d.      Muntah atau diare.
e.       Tonus buruk.
f.       Kurang gerakan
g.      Menangis buruk.
h.      Leher biasanya lemas.
i.        Tanda-tanda non-spesifik:
j.        Hipothermia atau demam.
k.      Peka rangsang.
l.        Mengantuk.
m.    Kejang.
n.      Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.
o.      Sianosis.
p.      Penurunan be
4.       Pathofisiologi
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan cara hematogen atau limfogen, perkontuinitatum, retrograd melalui saraf perifer atau dapat langsung masuk CSF.\
Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dapat menimbulkan respon peradangan. Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel – sel sebagai respon peradangan. Eksudat yang terbentuk terdiri dari bakteri – bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang sub arachnoid. Penambahan eksudat di dalam ruang sub arachnoid dapat menimbulkan respon peradangan lebih lanjut dan meningkatkan tekanan intra cranial. Eksudat akan mengendap di otak, syaraf-syaraf spinal dan spinal. Sel – sel meningeal akan menjadi edema dan membran sel tidak dapat lebih panjang lagi untuk mengatur aliran cairan yang menuju atau keluar dari sel. Vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat terjadi, sehingga dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah. Jaringan otak dapat menjadi infark, sehingga dapat menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial lebih lanjut. Proses ini dapat menimbulkan infeksi sekunder dari otak jika bakteri makin meluas menuju jaringan otak sehingga menyebabkan encephalitis dan ganggguan neurologi lebih lanjut (Wong, 2003 dan Pillitteri, 1999). 
5.       Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial..
1.      Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.
2.      Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein normal, kultur biasanya negative.
Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
Sedangkan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
6.      Komplikasi
Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena komplikasi dari nervous sistem.
7.      Penatalaksanaan
a.       Isolasi
b.      Terapi antimikroba : antibiotik yang diberikan didasarkan pada hasil kultur, diberikan dengan dosis tinggi
c.       Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema serebral
d.      Mencegah dan mengobati komplikasi : aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC
e.       Mengontrol kejang : pemberian anti epilepsy
f.       Mempertahankan ventilasi
g.      Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
h.      Penatalaksanaan syok bacterial
i.        Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
j.        Memperbaiki anemia
B.     ENSEFALITIS
1.      Definisi 
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.
2.      Etiologi
a.       Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
b.      Ensefalitis Siphylis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf pusat Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.
c.       Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
·         Virus RNA
1.      Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
2.      Rabdovirus : virus rabies
3.      Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)
4.      Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
5.      Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
·         Virus DNA
1.      Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,
virus Epstein-barr
2.      Poxvirus : variola, vaksinia
3.      Retrovirus : AIDS
3.      Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda dan gejala Ensefalitis sebagai berikut:
a.       Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
b.      Kesadaran dengan cepat menurun
c.       Muntah
d.      Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)
e.       Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997)\
4.      Patofisiologi
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
a.       Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu.                                                       
b.      Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c.       Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
5.      Komplikasi 
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.
Ø  ASUHAN KEPERAWATAN
a.      Pengkajian Meningitis dan Esefalitis
  1. Anamnesa
    1. Identitas:
    2. Keluhan utama:
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3.      Riwayat penyakit sekarang:
Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.           
4.      Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.
5.      Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.
6.      Imunisasi:
kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
2.      Pemeriksaan fisik
·         B1 (Breathing)       : Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994).
·         B2 (Blood)            : Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
·         B3 (Brain)              : Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
·         B4 (Bladder)         : Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
·         B5 (Bowel)            : Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
·         B6 (Bone)              : Kelemahan
b.      Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
·         Meningitis
1.Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan intra kranial
2.Hipertermia b.d proses infeksi
3.Perubahan persepsi sensori b.d penurunan tingkat kesadaran
4.Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
5.Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
·         Encepalitis
·         Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
·         Resiko tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
·         Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
·         Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
·         Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
·         Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
·         Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
·         Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
·         Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
·         Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
c.       Intervensi Keperawatan
·         Meningitis
1. Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan cranial
·      Kriteria hasil : Anak akan melaporkan nyeri kepala hilang atau terkontrol
·      Intervensi/rasional :
a.       Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Mengurangi reaksi terhadap stimulan dari lingkungan
b.      Tingkatkan tirah baring
Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
c.       Dukung untuk menentukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit
Rasional : menurunkan iritasi meningeal
d.      Kolaborasi : pemberian analgetik
Rasional : menghilangkan nyeri yang berat
2.   Hipertermi b.d proses infeksi
·      Kriteria hasil : suhu badan anak dalam batas normal
·      Intervensi /rasional :
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam
Rasional : suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius
Pantau suhu lingkungan
Rasional : Untuk mempertahankan suhu badan mendekati normal
Berikan kompres hangat
Rasional : Untuk mengurangi demam
Berikan selimut pendingin
Rasional : Untuk mengurangi demam lebih dari 39,5 0C
Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik
Rasional : Untuk emngurangi demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus
·         Encepalitis
1.      Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
      Tujuan:
      -  tidak terjadi infeksi
      Kriteria hasil:
      -  Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi
endogen
      Intervensi
1.      Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2.      obs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia.
3.      Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
2.      Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
-       Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil    :
-          Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1.      Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2.         Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3.         Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4.         observasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar