A.
MENINGITIS
1.
Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau
organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya
ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok,
Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long,
1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem
saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
2. Etiologi
a.
Bakteri
Pada neonatus, organisme primer penyebab meningitis adalah basil enteric gram negatif, batang gram negatif dan streptokokus grup B. Pada anak yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun, organisme primer penyebab meningitis adalah haemophilus influenzae tipe B. Meningitis pada anak yang lebih besar umumnya disebabkan oleh infeksi Neisseria meningitidis atau infeksi stafilokokus.
Pada neonatus, organisme primer penyebab meningitis adalah basil enteric gram negatif, batang gram negatif dan streptokokus grup B. Pada anak yang berusia 3 bulan sampai 5 tahun, organisme primer penyebab meningitis adalah haemophilus influenzae tipe B. Meningitis pada anak yang lebih besar umumnya disebabkan oleh infeksi Neisseria meningitidis atau infeksi stafilokokus.
b.
Faktor
maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
c.
Faktor
imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin, anak yang
mendapat obat-obat imunosupresi
d.
Anak
dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan system persarafan.
v Faktor resiko terjadinya meningitis
:
1.
Infeksi
sistemik
Didapat
dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai
ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC,
perikarditis, dll.
Pada
meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor
pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
§ Otitis media
§ Pneumonia
§ Sinusitis
§ Sickle cell anemia
§ Fraktur cranial, trauma otak
§ Operasi spinal
§ Meningitis bakteri juga bisa disebabkan
oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2.
Trauma
kepala
Bisanya
terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan
rhinorhea
3.
Kelainan
anatomis
Terjadi
pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah,
operasi cranium
3.
Manifestasi Klinis
v Anak
dan Remaja
a. Demam
b. Mengigil
c. Sakit kepala
d. Muntah
e. Perubahan pada sensorium
f. Kejang (seringkali merupakan
tanda-tanda awal)
g. Peka rangsang
h. Agitasi
i.
Dapat
terjadi: Fotophobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
j.
adanya
disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
k. Delirium, Halusinasi, perilaku
agresi, mengantuk, stupor, koma.
v Bayi
dan Anak Kecil
a. Demam
b. Muntah
c. Peka rangsang yang nyata
d. Sering kejang (sering kali
disertai denagan menangis nada tinggi)
e. Fontanel menonjol.
v Neonatus:
a. Tanda-tanda spesifik: Secara khusus
sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai
terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari,
b. Menolak untuk makan.
c. Kemampuan menghisap menurun.
d. Muntah atau diare.
e. Tonus buruk.
f. Kurang gerakan
g. Menangis buruk.
h. Leher biasanya lemas.
i.
Tanda-tanda
non-spesifik:
j.
Hipothermia
atau demam.
k. Peka rangsang.
l.
Mengantuk.
m. Kejang.
n. Ketidakteraturan pernafasan atau
apnea.
o. Sianosis.
p. Penurunan be
4.
Pathofisiologi
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran
meningen dengan cara hematogen atau limfogen, perkontuinitatum, retrograd
melalui saraf perifer atau dapat langsung masuk CSF.\
Protein di dalam bakteri sebagai benda asing dapat
menimbulkan respon peradangan. Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya
merupakan sel – sel sebagai respon peradangan. Eksudat yang terbentuk terdiri
dari bakteri – bakteri fibrin dan lekosit yang dibentuk di ruang sub arachnoid.
Penambahan eksudat di dalam ruang sub arachnoid dapat menimbulkan respon
peradangan lebih lanjut dan meningkatkan tekanan intra cranial. Eksudat akan
mengendap di otak, syaraf-syaraf spinal dan spinal. Sel – sel meningeal akan
menjadi edema dan membran sel tidak dapat lebih panjang lagi untuk mengatur
aliran cairan yang menuju atau keluar dari sel. Vasodilatasi yang cepat dari
pembuluh darah dapat terjadi, sehingga dapat menimbulkan ruptur atau trombosis
dinding pembuluh darah. Jaringan otak dapat menjadi infark, sehingga dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial lebih lanjut. Proses ini dapat
menimbulkan infeksi sekunder dari otak jika bakteri makin meluas menuju
jaringan otak sehingga menyebabkan encephalitis dan ganggguan neurologi lebih
lanjut (Wong, 2003 dan Pillitteri, 1999).
5.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah
analisa cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein,
dan konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk
menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat
tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan
pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial..
1.
Meningitis
bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein
meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.
2.
Meningitis
virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein
normal, kultur biasanya negative.
Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan
pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan
oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu
Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi
hipersensitif dan terjadi rigiditas.
Sedangkan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky
sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla
spinalis bagian bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang
biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa
dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan
pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
6.
Komplikasi
Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan
dengan proses inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang,
parese nervus cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh
infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis,
purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis,
albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat terjadi sebagai
komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada
saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya
disebabkan karena komplikasi dari nervous sistem.
7.
Penatalaksanaan
a. Isolasi
b. Terapi antimikroba : antibiotik yang
diberikan didasarkan pada hasil kultur, diberikan dengan dosis tinggi
c. Mempertahankan hidrasi optimum :
mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat
menyebabkan edema serebral
d. Mencegah dan mengobati komplikasi :
aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami
DIC
e. Mengontrol kejang : pemberian anti epilepsy
f. Mempertahankan ventilasi
g. Mengurangi meningkatnya tekanan
intra cranial
h. Penatalaksanaan syok bacterial
i.
Mengontrol
perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
j.
Memperbaiki
anemia
B.
ENSEFALITIS
1.
Definisi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan
oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.
Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh
infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri,
seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies
(disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit
parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic
meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem
kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong
terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian.
2. Etiologi
a. Ensefalitis Supurativa
Bakteri
penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus,
E.coli dan M.tuberculosa.
b. Ensefalitis Siphylis
Disebabkan
oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya
sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka,
kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah
sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga
menginvasi susunansaraf pusat Treponema pallidum akan tersebar diseluruh
korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.
c. Ensefalitis Virus
Virus
yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
·
Virus
RNA
1.
Paramikso
virus : virus parotitis, irus morbili
2.
Rabdovirus
: virus rabies
3.
Togavirus
: virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)
4.
Picornavirus
: enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
5.
Arenavirus
: virus koriomeningitis limfositoria
·
Virus
DNA
1. Herpes virus : herpes
zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,
virus Epstein-barr
2. Poxvirus : variola, vaksinia
3. Retrovirus : AIDS
3.
Manifestasi
Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis
lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria
diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda dan gejala
Ensefalitis sebagai berikut:
a.
Suhu
yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
b.
Kesadaran
dengan cepat menurun
c.
Muntah
d. Kejang-kejang, yang dapat bersifat
umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di muka)
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang
dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal paresis atau paralisis,
afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997)\
4.
Patofisiologi
Virus
masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk
ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
a. Setempat: virus alirannya terbatas
menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer: virus
masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ
tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf:
virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem
saraf.
5.
Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele
neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia
penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan
jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat
merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun
sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat
(SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada
SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis,
hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik,
gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.
Ø ASUHAN KEPERAWATAN
a.
Pengkajian
Meningitis dan Esefalitis
- Anamnesa
- Identitas:
- Keluhan utama:
Panas badan meningkat, kejang,
kesadaran menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Mula-mula anak rewel ,gelisah
,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit
kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya menderita batuk ,
pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi
pada hidung,telinga dan tenggorokan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga ada yang menderita penyakit
yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh:
Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.
6. Imunisasi:
kapan terakhir diberi imunisasi DTP
karena ensafalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
2.
Pemeriksaan
fisik
·
B1
(Breathing) : Perubahan-perubahan akibat
peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan kompresi pada batang otak yang
menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada
batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994).
·
B2
(Blood) :
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah
tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan
darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
·
B3
(Brain)
: Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan
metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat
prosses peradangan otak.
·
B4
(Bladder) : Biasanya pada
pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
·
B5
(Bowel) :
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial
yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan
sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).
·
B6
(Bone)
: Kelemahan
b.
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin
Muncul
·
Meningitis
1.Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan intra kranial
2.Hipertermia b.d proses infeksi
3.Perubahan persepsi sensori b.d penurunan tingkat kesadaran
4.Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
5.Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
1.Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan intra kranial
2.Hipertermia b.d proses infeksi
3.Perubahan persepsi sensori b.d penurunan tingkat kesadaran
4.Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral
5.Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah
·
Encepalitis
·
Resiko
tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
·
Resiko
tinggi perubahan peR/usi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
·
Resiko
tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
·
Nyeri
b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
·
Gangguan
mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
·
Gangguan
asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
·
Gangguan
sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan
saraf pusat.
·
Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
·
Resiko
gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
·
Resiko
terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
c.
Intervensi Keperawatan
·
Meningitis
1. Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan cranial
1. Nyeri kepala b.d peningkatan tekanan cranial
· Kriteria hasil : Anak akan
melaporkan nyeri kepala hilang atau terkontrol
· Intervensi/rasional :
a. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional
: Mengurangi reaksi terhadap stimulan dari lingkungan
b.
Tingkatkan
tirah baring
Rasional
: Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
c. Dukung untuk menentukan posisi yang
nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit
Rasional : menurunkan iritasi meningeal
d. Kolaborasi : pemberian analgetik
Rasional : menghilangkan nyeri yang berat
2. Hipertermi b.d proses infeksi
· Kriteria hasil : suhu badan anak
dalam batas normal
· Intervensi /rasional :
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam
Rasional : suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius
Pantau suhu lingkungan
Rasional : Untuk mempertahankan suhu badan mendekati normal
Berikan kompres hangat
Rasional : Untuk mengurangi demam
Berikan selimut pendingin
Rasional : Untuk mengurangi demam lebih dari 39,5 0C
Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik
Rasional : Untuk emngurangi demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam
Rasional : suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius
Pantau suhu lingkungan
Rasional : Untuk mempertahankan suhu badan mendekati normal
Berikan kompres hangat
Rasional : Untuk mengurangi demam
Berikan selimut pendingin
Rasional : Untuk mengurangi demam lebih dari 39,5 0C
Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik
Rasional : Untuk emngurangi demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus
·
Encepalitis
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya
tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
-
tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
-
Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi
endogen
Intervensi
1. Pertahanan teknik aseptic dan
teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi
pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder .
mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang
mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2.
obs.
suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda
infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia.
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung
tipe infeksi dan sensitivitas individu.
2. Resiko tinggi terhadap trauma b/d
aktivitas kejang umum
Tujuan :
- Tidak terjadi trauma
Kriteria
hasil :
-
Tidak
mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi
:
1.
Berikan
pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn
terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi
kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal
mulut hanya saat mulut relaksasi.
2.
Pertahankan
tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh /
trauma saat terjadi vertigo.
3.
Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti
delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk
penanganan dan pencegahan kejang.
4.
observasi
tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan
tindakan lanjutan