Sampai saat ini ternyata masih banyak wanita muslimah yang belum sepenuhnya memahami tentang hal berpuasa bagi wanita yang hamil dan menyusui.
Sehingga muncul didalam akal dan hati mereka, bahwa ibadah (puasa) mereka tidaklah sempurna.
Dalam tulisan ini, q coba menjelaskan semampu q, dengan bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits serta Fatwa Ulama.
Q menyadari bahwa tulisan ini masihlah jauh dari sempurna. Oleh karenanya, sudilah kiranya sahabat untuk mengkritiknya secara santun, sebab kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
KEMUDAHAN BAGI WANITA HAMIL & MENYUSUI
Wahai sahabat q kaum Hawa,
Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ
"Sesungguhnya Allah menggugurkan setengah shalat dan puasa bagi musafir, dan juga wanita hamil atau menyusui."
(HR. Abu Dawud [2408], Tirmizi [715], Nasa’i [2315] dan Ibnu Majah [1667], dishahihkan Al-Albany dalam Shahih Abu Dawud)
Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ
“Sesungguhnya Allah Swt tidak mewajibkan puasa bagi musafir dan menggugurkan setengah kewajiban shalat (shalat Qashar). Allah Swt menggugurkan kewajiban puasa bagi wanita hamil dan ibu menyusui”.
(Diriwayatkan oleh 5 imam, Imam Ahmad dan para pengarang kitab As-Sunan.)
DIPERBOLEHKAN BERBUKA
Sebagaimana Allah berfirman dalam,
Al-Baqarah (2): 233a
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”
Dan juga dalam Luqman (31): 14a
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.”
Maka berdasarkan kedua ayat diatas, Imam Syafi'i menjelaskan dalam Kitab Al-Umm,
"Wanita hamil jika khawatir terhadap anaknya, maka dia boleh berbuka. Begitu juga wanita menyusui kalau susunya berdampak terhadap kesehatan anaknya.
Kalau cuma sekedar kemungkinan saja, maka dia harus tetap berpuasa. Kadangkala berpuasa ada kemungkinan susunya berkurang, kalau sekiranya dampaknya terasa sekali, maka dia boleh berbuka."
Demikian juga dengan Al-Jashshosh ra., ia mengatakan,
“Jika wanita hamil dan menyusui berpuasa, lalu dapat membahayakan diri, anak atau keduanya, maka pada kondisi ini lebih baik bagi keduanya untuk tidak berpuasa dan terlarang bagi keduanya untuk berpuasa.
Akan tetapi, jika tidak membawa dampak bahaya apa-apa pada diri dan anak, maka lebih baik ia berpuasa, dan pada kondisi ini tidak boleh ia tidak berpuasa.”
(Ahkamul Qur’an, Al Jashshosh, 1/223)
Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyimpulkan,
”Sehingga akhirnya para ‘ulama bersepakat bahwa wanita yang sedang hamil atau menyusui diperbolehkan baginya untuk tidak bershaum di bulan Ramadhan jika ia tidak mampu untuk bershaum, baik ketidakmampuan tersebut kembali kepada dirinya sendiri atau kekhawatiran terhadap janin atau anaknya.
Namun apabila ia mampu untuk bershaum maka tetap baginya kewajiban bershaum”
(Fatawa Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, jilid 1 hal. 497-498)
MENGGANTI (QADHA’) PUASA TANPA FIDYAH (menurut Mazhab Imam Syafi'i)
Selanjutnya Allah berfirman dalam,
Al-Baqarah (2): 184a
”Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu padahari-hari yang lain.”
Dan dalam,
Al-Baqarah (2): 185b
”... dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”
Berdasarkan kedua ayat diatas, menurut Mazhab Imam Syafi’i,
“Wanita hamil dan ibu menyusui, jika mengkhawatirkan mudharat, apakah kekhawatiran tersebut terhadap diri dan anak, atau diri saja, atau anak saja, mereka wajib berbuka dan mereka wajib melaksanakan qadha’ dan tidak diwajibkan membayar fidyah.
Jika yang dikhawatirkan anaknya saja, maka wajib melaksanakan qadha’ dan membayar fidyah.”
Imam Nawawi ra. menerangkan,
“Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil dan menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara Syafi’iyyah)’.”
(Al-Majmu’: 6/177)
”Tidak ada masalah baginya untuk menunda qadha puasanya yang disebabkan adanya kesulitan pada dirinya karena hamil atau menyusui, dan kapan ia sanggup maka hendaklah ia bersegara melaksanakan qadha puasanya, karena ia dikenakan hukum orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya.Tidak ada kewajiban memberi makan orang miskin atasnya.”
(Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Ifta’, 10/221, fatwa nomor 6608)
Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Arab Saudi pernah ditanya mengenai kasus ini (fatwa no. 2772) yang ditandatangani oleh Syekh Bin Baz, Syekh Abdul Razaq Afifi, dll.
Dan jawabannya adalah,
“Ibu hamil & menyusui yang khawatir akan dirinya atau anaknya hanya wajib menqadha saja tanpa fidyah, ia disamakan seperti orang sakit yang diharap kesembuhannya.”
PAHALA LUAR BIASA
Wahai wanita yang tengah hamil, melahirkan dan menyusui, sesungguhnya apa yang sedang kalian laksanakan, memiliki pahala-pahala yang sungguh luar biasa.
Apa sajakah pahala luar biasa itu?
Dari sekian banyak hadits Rasulullah saw. yang telah berhasil diriwayatkan, beberapa diantaranya adalah;
1. Dari Ibnu Umar ra., Rasulullah bersabda,
"Wanita yang sedang hamil dan menyusui sampai habis masa menyusuinya, seperti pejuang digaris depan fi sabiilillah.
Dan jika ia meninggal di antara waktu tersebut, maka sesungguhnya baginya pahala mati syahid."
(HR. Thabrani)
2. Rasulullah bersabda pada putrinya, Fathimah ra.,
"Wahai Fathimah, jika wanita mengandung anak di perutnya, maka para malaikat akan memohonkan ampunan baginya, dan Allah SWT menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan, menghapuskan seribu kejelekannya.”
3. “… sesungguhnya perempuan yang sedang hamil memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang sedang berpuasa sambil berperang dijalan Allah.
(HR. Hasan bin Sufyan dan Thabrani, Ibnu Asakir dari Salamah)
4. “Ketika wanita itu merasa sakit karena melahirkan, maka Allah menetapkan baginya pahala para pejuang dijalan Allah.”
(HR. Hasan bin Sufyan dan Thabrani, Ibnu Asakir dari Salamah)
5. “Jika ia merasa kesakitan (ketika melahirkan), maka ia akan mendapatkan pahala yang penduduk langit dan bumi belum pernah melihat pahala yang disediakan untuknya dari pandangan mata yang menyenangkan.”
(HR. Hasan bin Sufyan dan Thabrani, Ibnu Asakir dari Salamah)
6. “Jika ia melahirkan bayinya maka keluarlah dosa-dosanya seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya. Dan akan keluar dari dunia dengan tidak membawa dosa apapun.
Di kuburnya akan ditempatkan di taman-taman surga. Allah memberinya pahala seribu ibadah haji dan umrah dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat."
7. Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda,
"Wanita yang meninggal dalam keadaan perawan, atau pada masa hamil, atau pada saat melahirkan, atau sesudah itu (ketika nifas) akan memperoleh derajat seorang syahid."
8. ” Disetiap tetesan air susunya akan berpahala satu kebaikan.”
(HR. Thabarani dan Ibnu Asakir)
9. Rasulullah saw. bersabda,
"Apabila seorang wanita menyusui, maka setiap isapan susunya yang diberikan kepada anaknya, ia akan menerima pahala bagaikan telah menghidupkan makhluk dan apabila ia menyapih anaknya, maka para malaikat akan menepuk punggungnya dan berkata "selamat", semua dosamu yang telah lalu diampuni, sekarang mulailah lagi." (yang dimaksud adalah, diampuninya dosa-dosa kecil)
10. “Jika ia tidak dapat tidur semalam suntuk (karena anaknya), maka baginya pahala seperti memerdekakan 70 hamba sahaya dijalan Allah dengan penuh keikhlasan."
(HR. Thabarani dan Ibnu Asakir)
Sehingga bolehlah disimpulkan bahwa wanita yang tengah hamil, melahirkan dan menyusui adalah seperti seorang hamba Allah yang menjadi prajurit dan tengah berperang fi sabiilillah.
Sesungguhnya kalian lebih afdhal ibadahnya dibandingkan mereka, wanita yang tidak hamil, melahirkan dan menyusui.
Wallahu a'lam bish shawabi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar