Senin, 28 Mei 2012

Askep Hisprung. I



Definisi
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalopun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat mendorong kotoran keluar dari anus

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya, misalnya sindroma Down.
Gejala-gejala yang mungkin terjadi:
  1. segera setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir)
  2. tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
  3. perut menggembung muntah
  4. diare encer (pada bayi baru lahir)
  5. berat badan tidak bertambah
  6. malabsorbsi.
Etiologi penyakit hirscprung
  1. Keturunan karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir.
  2. Faktor lingkungan
  3. Tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon.
  4. Ketidakmampuan sfingter rectum berelaksasi
Manifestasi Klinis
1. Masa neonatal
  • Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
  • Muntah berisi empedu
  • Enggan minum
  • Distensi abdomen
2. Masa bayi dan kanak-kanak
  • Konstipasi
  • Diare berulang
  • Tinja seperti pita, berbau busuk
  • Distensi abdomen
  • Gagal tumbuh
Patofisiologi
Penyakit Hirscprung, atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut, menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu. Penyakit hirscprungdiduga terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor lingkungan, namun etiologi sebanarnya tidak diketahui. Penyakit hairscprung dapat muncul pada sembarang usia, walaupun sering terjadi pada neonatus.
  • Sel ganglion parasimpatik dari pleksus aurbach di kolon tidak ada
  • Peristaltik segmen kolon turun dan mengenai rektum dan kolon kongenital bagian bawah
  • Hipertrofi
  • Distensi kolon bagian proksimal
  • Distensi abdomen
Karakteristik
Karektertik megakolon didapat pada anak-anak adalah akibat dari kombinasi latihan BAB (Buang air besar) yang salah dan gangguan mental dan emosional yang dikarenakan oleh anak tersebut tidak mau mencoba untuk BAB. Administrasi dosis laksatif yang gagal untuk menyelasaikan masalah secara permanen dan dalam masa yang panjang rectum anaknya akan dipenuhi feses yang padat dan kolon menjadi besar secara progresif. Setelah bagian kolon yang menggelembung dikosongkan, rawatan primer untuk kelainan ini adalah psychiatric dan termasuk memujuk anak tersebut menerima latihan tersebut Megakolon pada dewasa bias disebkan oleh mengambil obat-obat tertentu, fungsi troid yang abnormal, DM (Diabetes millitus, scleroderma atau amyloidosis. Berbagai prosedur pembedahan untuk membaikkan kondisi ini

Diagnosis
Diagnosis yang diperoleh terutama dengan teknik radiografi dan ultrasound. Studi tentang penilaian kolonik transit sangat berguna dalam menentukan kemampuan fisik tubuh untuk menahan daya yang dapat merubah posisi megakolon dari bentuk istirahat atau untuk merubah bentuk..Dalam tes ini, pasien diharuskan menelan larutan yang mengandung bolus ‘kontras radio-opaq’. Dari sini didapatkan film dalam jangka waktu1,3 dan 5 jam kemudian. Pasien dengan kelembaman kolon dapat dikenal pasti dari penilaian yang terbentukdi sepanjang usus besar, sementara pasien obstruksi berlebihan akan mengakumulasi penilaian pada tempat tertentu. Suatu colonscopy bisa juga digunakan untuk menegaskan penyebab obstruksi secara mekanikal. Monometri anorektal bisa membantu dalam membedakan bentuk kongenital dan didapat. Biopsi rektal direkomendasi untuk diagnosis akhir bagi penakit Hirschprung.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
  1. Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja)
  2. Barium enema
  3. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan balon di dalam rektum)
  4. Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf
Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung
1. Radiologi
  • Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal.
  • Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
2. Laboratorium
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi, misal : enterokolitis atau sepsis.
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.

Penatalaksanaan Hirschprung
1. Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9 dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
2. KonservatifPada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
3. Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
Perawatan yang terjadi :
  1. Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan wujud feses adalah efektif.
  2. Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik-Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba anorektal dan nasogastric.
Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Penyakit Hisprung
Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian anak dengan penyakit hisprung dapat ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut. Adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-28 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau, dan konstipasi. Pada pengkajian terhadap faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetis dan faktor lingkungan. Penyakit ini dapat muncul pada semua usia akan tetapi paling sering ditemukan pada neonatus. Pada perkusi adanya kembung, apabila dilakukan colok anus, feses akan menyemprot. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan adanya segmen aganglionosis diantaranya: apabila segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hisprung segmen pendek dan apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai seluruh kolon maka termasuk tipe hisprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsi rektal digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion. Pemeriksaan manometri anorektal digunakan untuk mencatat respons refluks sfingter internal dan eksternal.

Diagnosis / Masalah Keperawatan
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan penyakit hisprung (megakolon kongenital) antara lain:
Prapembedahan
1. Konstipasi
2. Kurang volume cairan dan elektrolit
3. Gangguan kebutuhan nutrisi
4. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

Pasca pembedahan
1. Nyeri
2. Risiko infeksi
3. Risiko komplikasi pascapembedahan
Rencana Tindakan Keperawatan

Prapembedahan
Konstipasi
Terjadinya masalah konstipasi ini dapat disebabkan oleh obtruksi, tidak adanya ganglion pada usus. Rencana tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah mencegah atau mengatasi konstipasi dengan mempertahankan status hidrasi, dengan harapan feses yang keluar menjadi lembek dan tanpa adanya retensi.

Tindakan:
1. Monitor terhadap fungsi usus dan karakteristik feses
2. Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra indikasi lain
3. Kolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan:

Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel di mana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan. Terdapat tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:
a. Prosedur duhamel dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.
b. Prosedur swenson membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior.
c. Prosedur soave dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang besaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.

Kurang Volume Cairan dan Elektrolit
Kekurangan volume cairan dapat disebabkan asupan yang tidak memadai sehingga dapat menimbulkan perubahan status hidrasi seperti ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan membran mukosa, produksi, dan berat jenis urine. Maka upaya yang dapat dilakukan adalah mempertahankan status cairan tubuh.
Tindakan:
1. Lakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh.
2. Observasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status cairan.
3. Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi.

Gangguan Kebutuhan Nutrisi
Gangguan kebutuhan nutrisi ini dapat timbul dengan adanya perubahan status nutrisi seperti penurunan berat badan, turgor kulit menurun, serta asupan yang kurang, maka untuk mengatasi masalah yang demikian dapat dilakukan dengan mempertahankan status nutrisi.
Tindakan:
1. Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, asupan.
2. Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan.
3. Timbang berat badan setiap hari.
4. Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein, dan tinggi sisa.

Risiko Cedera (Injuri)
Masalah ini dapat ditimbulkan akibat komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit hisprung seperti gawat pernafasan ajut dan enterokolitis. Untuk mengatasi cedera atau injuri yang dapat disebabkan adanya komplikasi maka dapat dilakukan pemantauan dengan mempertahankan status kesehatan.
Tindakan:
1. Pantau tanda vital setiap 2 jam (kalau perlu).
2. Observasi tanda adanya perforasi usus seperti muntah, meningkatnya nyeri tekan, distensi abdomen, iritabilitas, gawat pernafasan, tanda adanya enterokolitis.
3. Lakukan pengukuran lingkar abdomen setiap 4 jam untuk mengetahui adanya distensi abdomen.

Pascapembedahan
Nyeri
Masalah nyeri yang dijumpai pada pascapembedahan ini dapat disebabkan karena efek dari insisi, hal ini dapat ditunjukan dengan adanya tanda nyeri seperti ekspresi perasaan nyeri, perubahan tanda vital, pembatasan aktivitas.
Tindakan:
1. Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri.
2. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung (back rub), sentuhan.
3. Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien.
4. Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila dimungkinkan.

Risiko Infeksi
Risiko infeksi pascapembedahan dapat disebabkan oleh dadanya mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah pembedahan, atau kurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutik pascapembedahan.
Tindakan:
1. Monitor tempat insisi.
2. Ganti popok yang kering untuk menghindari konstaminasi feses.
3. Lakukan keperawatan pada kolostomi atau perianal.
4. Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan pengobatan terhadap mikroorganisme.

Risiko Komplikasi Pascapembedahan
Risiko komplikasi pascapembedahan pada penyakit hisprung ini seperti adanya striktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus, kebocoran, dan lain-lain. Rencana yang dapat dilakukan adalah mempertahankan status pascapembedahan agar lebih baik dan tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
Tindakan:
1. Monitor tanda adanya komplikasi seperti: obstruksi usus karena perlengketan, volvulus, kebocoran pada anastomosis, sepsis, fistula, enterokolitis, frekuensi defekasi, konstipasi, pendarahan dan lain-lain.
2. Monitor peristaltik usus.
3. Monitor tanda vital dan adanya distensi abdomen untuk mempertahankan kepatenan pemasangan naso gastrik.

Tindakan perawatan Kolostomi
a. Siapkan alat untuk pelaksanan kolostomi.
b. Lakukan cuci tangan.
c. Jelaskan pada anak prosedur yang akan dilakukan.
d. Lepaskan kantong kolostomi dan lakukan pembersihan daerah kolostomi.
e. Periksa adanya kemerahan dan iritasi.
f. Pasang kantong kolostomi di daerah stoma.
g. Tutup atau lakukan fiksasi dengan plester.
h. Cuci tangan.


DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat. 2005. Pengantar Keperawatan Anak II Edisi I. Salemba Medika. Jakarta
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Jakarta
Nelson. 1998. Ilmu Kesehatan Anak: Ilmu Pediatric Perkembangan edisi kedua. EGC. Jakarta.

Asuhan Keperawatan Hisprung.II

A. Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir £ 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).

B. Etiologi

Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Anak – anak
a Konstipasi
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
c Distenssi abdomen
d Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2. Komplikasi
a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
Konsep Tumbuh Kembang Anak
Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan dengan masalah–masalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ).
Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).

1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler

Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).
2. Fokus Intervensi
a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
3. Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2. Turgor kulit pasien lembab
3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap hari
3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1. Turgor kulit lembab.
2. Keseimbangan cairan.
Intervensi
1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2. Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali
Intervensi
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3. Kaji latar belakang keluarga
4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien
5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien
Menggunakan liflet aatau agmbar dalam menjelaskan ( Suriadi & Yuliani, 2001: 60 ).


DAFTAR PUSTAKA
A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.
Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika Jakaarta.
Suherman. ( 2000 ). Buku Saku Perkembanagn Anak. Jakarta : EGC
Suryadi dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Wong, Donna ( 2004 ). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Yupi, S. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC

Minggu, 06 Mei 2012

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GAGAL NAFAS (BANTUAN VENTILASI MEKANIK)






A.    Pengertian
Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.

B.    Penyebab gagal nafas

  1. Penyebab sentral
    1. Trauma kepala : contusio cerebri
    2. Radang otak : encephalitis
    3. Gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak
    4. Obat-obatan : narkotika, anestesi
  2. Penyebab perifer
    1. Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans
    2. Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale
    3. Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS
    4. Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks
    5. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri

C.    Patofisiologi

Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis berkontraksi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif .
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thoraks paling positif.

Ventilator


 


                                                     Tekanan positif inspirasi

                                                          Darah ke jantung        suplai ke otak                  vol tidal
       Terhambat                  kurang                        tinggi









 
Darah ke atrium kiri                        Venous return b(-)
      Berkurang                                                                       TIK meningkat                 resiko
                                                                                                                                pneumotorak
                                                       cardiac output menurun
                                                                                Hipotensi               Ggn perfusi jaringan








 
Kompresi mikro vaskuler                                                                                            Kecemasan
                                           Suplai darah ke paru b(-)             Ggn oksigenasi

D.    Pemeriksaan Fisik

( Menurut pengumpulan data dasar oleh Doengoes)

1.                   Sirkulasi
Tanda : Takikardia, irama ireguler
S3S4/Irama gallop
Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal
Hamman’s sign (bynui udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum)
TD : hipertensi/hipotensi
2.                  Nyeri/Kenyamanan
Gejala :   nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan  abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
      Tanda  :  Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
3.                  Pernapasan
Gejala  :  riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk
Tanda :   takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor
4.                  Keamanan
Gejala :  riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
5.  Penyuluhan/pembelajaran
     Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker 
 

E.    Pemeriksaan Diagnostik


- Hb   : dibawah 12 gr %
- Analisa gas darah :
Ø                              pH dibawah 7,35 atau di atas  7,45
Ø                              paO2 di bawah 80 atau di atas  100 mmHg
Ø                              pCO2 di bawah 35 atau di atas  45 mmHg
Ø                              BE di bawah -2 atau di atas  +2
-                                 Saturasi O2 kurang dari 90 %
-                                 Ro” : terdapat gambaran akumulasi udara/cairan , dapat terlihat perpindahan letak mediastinum

F.    Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan pernafasan ventilator mekanik adalah :
1.Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
  1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses   penyakit
  2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungandengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang ETT
  3. Cemas berhubungan dengan penyakti kritis, takut terhadap kematian
  4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan selang ETT
  5. Resiko tinggi komplikasi infeksi saluran nafas berhubungan dengan pemasangan selang ETT
  6. Resiko tinggi sedera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas, stress
  7. Nyeri berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik, letak selang ETT

G.   Rencana Keperawatan


  1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan meningkatkan dan mempertahankan keefektifan  jalan nafas

Kriteria hasil :
-         Bunyi nafas bersih
-         Ronchi (-)
-         Tracheal tube bebas sumbatan



Intervensi
Rasional
1.Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam atau bila diperlukan
2.Lakukan penghisapan bila terdengar ronchi dengan cara :
a.Jelaskan pada klien tentang tujuan dari tindakan penghisapan
b.Berikan oksigenasi dengan O2 100 % sebelum dilakukan penghisapan, minimal  4 – 5 x pernafasan
c.Perhatikan teknik aseptik, gunakan sarung tangan steril, kateter penghisap steril
d.Masukkan kateter ke dalam selang ETT dalam keadaan tidak menghisap, lama penghisapan tidak lebih 10 detik
e.Atur tekana penghisap tidak lebih 100-120 mmHg
f.Lakukan oksigenasi lagi dengan O2 100% sebelum melakukan penghisapan berikutnya
g.Lakukan penghisapan berulang-ulang sampai suara nafas bersih
3.Pertahankan suhu humidifier tetap hangat ( 35 – 37,8 C)
Mengevaluasi keefektifan bersihan jalan nafas


Meningkatkan pengertian sehingga memudahkan klien berpartisipasi
Memberi cadangan oksigen untuk menghindari hypoxia

Mencegah infeksi nosokomial


Aspirasi lama dapat menyebabkan hypoksiakarena tindakan penghisapan akan mengeluarkan sekret dan oksigen
Tekana negatif yang berlebihan dapat merusak mukosa jalan nafas
Memberikan cadangan oksigen dalam paru


Menjamin kefektifan jalan nafas

Membantu mengencerkan sekret



2.                  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan,proses penyakit, pengesetan ventilator yang tidak tepat

Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan pertukaran gas yang kembali normal

Kriteria hasil :
-         Hasil analisa gas darah normal :
Ø      PH (7,35 – 7,45)
Ø      PO2 (80 – 100 mmHg)
Ø      PCO2 ( 35 – 45 mmHg)
Ø      BE ( -2 - +2)
-         Tidak cyanosis

Intervensi
Rasional
1.Cek analisa gas darah setiap 10 –30 mnt setelah perubahan setting ventilator
2.Monitor hasil analisa gas darah atau oksimetri selama periode penyapihan
3.Pertahankan jalan nafas bebas dari sekresi
4.Monitpr tanda dan gejala hipoksia
Evaluasi keefektifan setting ventilator yang diberikan
Evaluasi kemampuan bernafas klien

Sekresi menghambat kelancaran udara nafas
Deteksi dini adanya kelainan


  1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, peningkatan sekresi, obstruksi ETT

Tujuan : Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif

Kriteria hasil :
  1. Nafas sesuai dengan irama ventilator
  2. Volume nafas adekuat
  3. Alarm tidak berbunyi
  4.  

Intervensi
Rasional
1.Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam
2.Evaluasi semua alarm dan tentukan penyebabnya
3.Pertahankan alat resusitasi manual (bag & mask) pada posisi tempat tidur sepanjang waktu
4.Monitor slang/cubbing ventilator dari terlepas, terlipat, bocor atau tersumbat
5.Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff
6.Masukkan penahan gigi (pada pemasangan ETT lewat oral)
7.Amankan slang ETT dengan fiksasi yang baik
8.Monitor suara nafas dan pergerakan ada secara teratur
Deteksi dini adanya kelainan atau gangguan fungsi ventilator
Bunyi alarm menunjukkan adanya gangguan fungsi ventilator
Mempermudah melakukan pertolongan bila sewaktu-waktu ada gangguan fungsi ventilator
Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

Mencegah berkurangnya aliran udara nafas

Mencegah tergigitnya slang ETT

Mencegah terlepasnya.tercabutnya slang ETT
Evaluasi keefektifan pola nafas




I.                              Daftar Pustaka



Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan,  Edisi 8, EGC, Jakarta

Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia

Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan I, Universitas Airlangga, Surabaya








I.