Sabtu, 17 November 2012

TABEL CLINICAL SIGN OF NUTRITIONAL STATUS

Tabel ini berfungsi untuk menentukan dan membedakan, apakah seorang anak mengalami masalah dalam status nutrisinya atau tidak
No
Organ / area
Normal
Tidak normal
1
Keadaan Umum
  1. Waspada,
  2. Responsif
  1. Apatis,
  2. Kakeksia
  3. Tidak punya kemauan
2
Berat Badan
  1. Normal untuk ukuran tubuh usia, postur
  1. Kurang
  2. Lebih
3
Postur Otot
  1. Tegak, lengan dan tungkai lurus
  2. Pertumbuhan baik, kuat, tonus baik
  3. Ada lemak di bawah kulit
  1. Penurunan bahu,
  2. Dada cekung,
  3. Punggung berpunuk
  4. Flaxid, tonus buruk,
  5. Edema,
  6. Nyeri tekan,
  7. Tampak kurus,
  8. Tidak dapat berjalan dengan baik
4
Fungsi Kardiovaskuler
  1. Nadi, Tekanan Darah dalam batas normal
  2. Irama jantung teratur
  1. Nadi, Tekanan Darah naik / lambat / cepat
  2. Irama jantung tidak teratur,
  3. Pembesaran jantung
5
Vitalitas umum
  1. Ketahanan baik,
  2. Bersemangat,
  3. Bidur baik
  4. Banyak bicara
  1. Cepat lelah,
  2. Tidak bersemangat
  3. Mudah ngantuk,
  4. Apatis
  5. Tampak lelah
6
Fungsi Gastro Intestinal
  1. Pencernaan dan selera makan baik
  2. Eliminasi teratur
  3. Tidak terdapat massa yang teraba
  1. Anoreksia,
  2. Ketidakmampuan mencerna
  3. Konstipasi atau Diare,
  4. Pembesaran hati dan limpa
7
Rambut
  1. Bercahaya, berkilau, kuat, tidak mudah mudah tercabut,
  2. Kulit kepala sehat
  1. Tipis ,
  2. Kusam,
  3. Rapuh, kering dan pecah-pecah
  4. Tidak ada pigmentasi
  5. Mudah tercabut
8
Kulit
  1. Halus,
  2. Lembab
  3. Berwarna baik
  1. Kasar
  2. Kering,
  3. Bersisik,
  4. Pucat,
  5. Iritasi,
  6. Terpigmentasi,
  7. Memar,
  8. Ptekie
  9. Hilangnya lemak jaringan sub kutan
9
Wajah dan leher
  1. Warna kulit serupa,
  2. Halus
  3. Merah muda
  4. Tampak sehat
  5. Tidak membengkak
  1. Berlemak
  2. Pewarnaan tidak baik
  3. Bersisik
  4. Membengkak
  5. Kulit di bawah pipi dan di bawah mata tampak lebih gelap
  6. Benjolan atau flakiness pada kulit sekitar hidung dan mata
10
Bibir
  1. Halus
  2. Warna baik
  3. Lembab tidak kasar
  4. Tidak pecah-pecah atau membengkak
  1. Kering
  2. Bersisik
  3. Bengkak
  4. Kemerahan dan mulai membesar (cheilosis)
  5. Terjadinya lesi angular di sudut mulut
  6. Fissure atau bekas luka (stomatitis)
11
Mulut dan membran oral
  1. Membran mukosa pink
  2. Kemerahan di dalam rongga mulut
  1. Membran mukosa membengkak dan basah
12
Gusi
  1. Warna merah muda, sehat,
  2. Tidak terjadi pembengkakan atau perdarahan
  1. Lunak berongga,
  2. Mudah berdarah
  3. Kemerahan pada tepinya
  4. Inflamasi
  5. Gusi menyusut
13
Lidah
  1. Pink baik atau merah kalem
  2. Tidak bengkak juga tidak halus
  3. Papilla permukaan ada
  4. Tidak ada lesi
  1. Bengkak,
  2. Merah kekuningan atau orange dan tampak sariawan
  3. Berwarna magenta
  4. Tampak seperti daging matang (glositis)
  5. Hiperemik dan Hipertropik papilla
  6. Atropik papilla.
14
Gigi
  1. Tidak ada lubang,
  2. Tidak terasa nyeri
  3. Tampak terang
  4. Lurus
  5. Bersih tidak ada penumpukan kotoran
  6. Rahang terbentuk baik,
  7. Tidak terlihat adanya pewarnaan yang tidak wajar.
  1. Karies
  2. Tidak ada gigi (Tanggal / Ompong)
  3. Permukaan yang tampak aus
  4. Fluorosis
  5. Salah posisi
15
Mata
  1. Terang,
  2. Jernih, berkilau
  3. Tidak ada iritasi pada sudut kelopak mata
  4. Membran lembab, warna pink sehat
  5. Tidak ada penonjolan pembuluh darah atau penebalan jaringan atau sclera
  6. Tidak ada lingkaran kelelahan di sekitar mata
  1. Konjungtiva pucat (Anemis)
  2. Kemerahan pada membran
  3. Kekeringan
  4. Tanda - tanda infeksi,
  5. Titik bitot
  6. Kemerahan dan fisura dari sudut kelopak mata
  7. Serosis konjungtiva (Icterik)
  8. Serosis kornea
  9. Keratomalacia
16
Kelenjar leher
  1. Tidak ada pembesaran
  1. Pembesaran tiroid
17
Kuku
  1. Kuat,
  2. Pink
  1. Koilonicia
  2. Rapuh,
  3. Datar
18
Tungkai, telapak kaki
  1. Tidak ada nyeri
  2. Tidak ada kelemahan atau pembengkakan,
  3. Warna baik
  1. Edema,
  2. Betis nyeri,
  3. Kesemutan
  4. Kelemahan
19
Rangka
  1. Tidak ada salah bentuk
  1. Tungkai berbentuk O atau X.
  2. Deformitas dada pada area diafragma,
  3. Iga – iga kecil dan cenderung membundar,
  4. Scapula menonjol
20
Kendali saraf
  1. Rentang perhatian baik
  2. Tidak cepat tersinggung atau gelisah
  3. Refleks normal
  4. Stabilitas psikologia
  1. Tidak perhatian
  2. Cepat tersinggung, bingung,
  3. Parestesia,
  4. Kelemahan dan nyeri tekan otot,
  5. Kehilangan posisi dan rasa getar,
  6. Penurunan atau kehilangan refleks tumit
  7. Tidak ada rasa getar.

Pertolongan Pertama Jika Bayi Tersedak



i
Anak-anak usia di bawah 3 tahun paling senang memasukkan sesuatu ke dalam mulut karena dari situlah mereka mendapat kepuasan. Efek negatifnya, bayi berisiko tersedak.

Tersedak terjadi ketika ada benda asing yang masuk dan menghambat saluran pernafasan sehingga anak seperti tercekik. Benda apapun yang ukurannya bisa masuk ke mulut anak sangat mungkin tertelan, lalu tersangkut di aliran pernafasan dan menyebabkan tersedak.

Saat tersedak, umumnya anak memberi tanda dengan meletakkan tangannya di leher. Tanda lain yang mungkin menyertai antara lain tidak mampu bicara, sulit bernafas atau nafasnya bersuara, tidak bisa batuk, bibir dan kulit menghitam kemudian kehilangan kesadaran atau pingsan.

Bayi yang tersedak harus segera mendapat pertolongan, yaitu sebagai berikut:

1. Letakan bayi dalam posisi telungkup di lengan dengan kepala bayi lebih rendah dari atau dadanya.

2. Sangga kepala bayi dengan telapak tangan. Jangan menutupi mulut bayi atau menekan atau lehernya.

3. Gunakan tumit dari salah satu tangan untuk menepuk punggung bayi sebanyak 5 kali, tepat di antara tulang belikat bayi.





4. Jika benda yang membuat tersedak tidak juga keluar, sangga kepala bayi dan ubah posisinya menjadi telentang di atas paha. Jaga kepala bayi lebih rendah dari tubuhnya.

5. Berikan 5 kali tekanan dengan cepat pada tulang dada di bawah puting bayi menggunakan 2 - 3 jari.





6. Terus berikan 5 tepukan punggung dan 5 tekanan pada dada sampai obyek keluar.

7. Jika bayi pingsan, segera hubungi ambulans atau bawa ke RS terdekat.


Sumber:detikHealth

Pertolongan Pertama Untuk Korban Kesetrum



Listrik tegangan tinggi bisa berakibat bahaya dan fatal jika mengenai tubuh. Apabila pertama kali melihat orang yang tersengat listrik, sebaiknya bersikap tenang namun tetap waspada. Jangan menyentuh korban saat listrik masih menyala karena berisiko tersengat juga

Menurut Stanley M. Zildo seperti dikutip dari bukunya yang berjudul 'First Aid, Cara Benar Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat', ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko bahaya pada korban tersengat listrik.

Hal-hal yang dapat dilakukan apabila melihat korban kesetrum antara lain:

1. Jika mungkin, matikan sumber listrik atau suruhlah orang lain untuk mematikannya.

2. Sangat penting untuk memindahkan korban dengan hati-hati. Pakailah alas kering seperti koran, papan, selimut, matras karet atau baju kering.

3. Jangan gunakan bahan-bahan dari besi dan bahan yang basah. Jangan menyentuh korban sampai ia terbebas dari sengatan.

4. Bila korban tak bernapas, buka jalan pernapasan dan lakukan pernapasan buatan, caranya yaitu:


  • Pastikan korban diletakkan pada permukaan yang rata. Bersihkan mulut dan jalan napas dari muntahan atau cairan.
  • Tengadahkan kepala korban dengan meletakkan telapak tangan pada dahi dan jari tangan lain mendorong ke atas bagian dagu korban
  • Pencet hidung korban dengan menggunakan ibu jari, kemudian ambil napas dalam-dalam. Letakkan mulut pada mulut korban yang terbuka, tiup dengan cepat 2 kali.
  • Hentikan tiupan bila dada korban sudah mengembang. Lepaskan mulut dari mulut korban, kemudian dekatkan telinga ke hidung korban untuk mendengarkan embusan napasnya.
  • Perhatikan dada korban, apakah ada gerakan naik turun pertanda ia bernapas.
  • Ulangi prosedur napas buatan ini sampai korban benar-benar dapat bernapas sendiri.

    Sumber:detikHealth

Pertolongan Pertama Jika Bayi Kejang-kejang


i
Anak mengalami demam yang tinggi seringkali disertai dengan munculnya kejang-kejang atau dikenal dengan istilah step. Kejang yang disebabkan oleh demam umumnya terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun.

Gejala yang timbul adalah tubuh tersentak dan mulai kaku, mengeluarkan air liur, muntah, kulit tampak sedikit lebih gelap bahkan ada anak yang sampai hilang kesadaran. Kejang-kejang ini bisa terjadi dalam beberapa detik hingga satu menit, tapi pada kasus tertentu kejang bisa muncul sangat lama hingga 15 menit.

Pada sebagian besar kasus, kejang demam yang terjadi beberapa detik umumnya tidak berbahaya. Tapi jika berlangsung lama, berulang dan tidak segera dilakukan pertolongan akan menimbulkan bahaya seperti kerusakan otak atau sebagai gejala awal dari penyakit serius.

Beberapa langkah yang bisa dilakukan orangtua jika anaknya mengalami kejang demam, yaitu:

1. Pindahkan anak ke tempat yang aman seperti lantai atau kasur serta jauh dari benda-benda berbahaya.

2. Miringkan posisi kepala ke salah satu sisi agar ia tidak tersedak dan memudahkan keluarnya air liur atau  muntah.

3. Melonggarkan pakaian yang digunakannya agar anak tidak mengalami sesak napas.

4. Jangan meletakkan atau memasukkan apapun ke dalam mulutnya selama kejang-kejang berlangsung, termasuk memberinya obat-obatan.

5. Jika anak sulit bernapas atau kulitnya membiru segera bawa ke rumah sakit atau panggil ambulance.

Sumber:detikHealth

Pertolongan Pertama pada Mimisan

Pertolongan Pertama pada Mimisan


i
Hidung berdarah atau mimisan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya pukulan yang mengenai hidung, iritasi pada membran mukosa hidung karena berusaha mengeluarkan sesuatu secara berulang dari rongga hidung, atau karena infeksi.

Menurut Stanley M. Zildo seperti dikutip dari bukunya yang berjudul 'First Aid, Cara Benar Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat', Kebanyakan perdarahan hidung yang terjadi pada anak-anak tidak berbahaya. Namun bila terjadi pada orang tua atau dewasa, hal ini dapat menjadi masalah serius dan membutuhkan penanganan medis.

Apabila menemui hidung berdarah atau mimisan, lakukanlah hal-hal sebagai berikut:

1. Mintalah korban untuk duduk dengan badan condong ke depan. Jaga mulut supaya tetap terbuka supaya darah tidak menutup jalan napas.

2. Pencet hidung selama 15 menit. Tekan di bawah tulang hidung pada bagian ujungnya, lepaskan perlahan.

3. Jangan biarkan korban melesitkan ingus. Apabila perdarahan terus berlangsung, pencet hidungnya lagi selama 5 menit dan pastikan korban tidak menelan darah yang keluar.

4. Ambil kain basah atau es yang dibungkus dengan kain. Tempelkan pada hidung dan muka korban untuk mempersempit pembuluh darah.

5. Bila perdarahan berlanjut dan ada indikasi patah tulang, segera bawa ke unit penanganan gawat darurat.

Sumber:detikHealth

Rabu, 07 November 2012

askep cerebral palsy pada anak (CP)

 

 



BAB I
KONSEP DASAR
1. Pendahuluan
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.
Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.





Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam penanganan penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat.
Dengan meningkatnya pelayanan obstetric dan perinatologi dan rendahnya angka kelahiran di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat angka kejadian cerebral palsy akan menurun. Namun dinegara-negara berkembang, kemajuan teknologi kedokteran selain menurunkan angka kematian bayi risiko tinggi, juga meningkatkan jumlah anak-anak dengan gangguan perkembangan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi insidensi penyakit ini yaitu: populasi yang diambil, cara diagnosis, dan ketelitiannya. Misalnya insidensi cerebral palsy di Eropa (1950) sebanyak 2,5 per 1000 kelahiran hidup, Gilory memperoleh 5 dan 1000 anak memperlihatkan deficit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy, 50 % kasus termasuk ringan sedangkan 10% termasuk berat. Yang dimaksud ringan ialah penderita yang dapat mengurus dirinya sendiri, sedangkan yang tergolong berat ialah penderita yang memerlukan perawatan khusus, 25 % mempunyai intelegensi rata-rata (normal), sedangkan 30 % kasus menunjukkn IQ di bawah 70, 35 % disertai kejang, sedangkan 50 % menunjukan gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita ( 1,4 : 1,0).
2. Definisi
Serebral palsi ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologist berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan cerebelum juga kelainan mental.
Cerebral Palsy adalah suatu situasi dengan suatu tanda tidak baik pada bagian otak yang berfungsi mengendalikan, menggerakkan, kelumpuhan, dan lain gangguan fungsi tangan.
Serebral palsi adalah gangguan terhadap pengendalian fungsi motor disebabkan kerosakan pada otak yang sedang berkembang. Serebral palsi adalah kecacatan yang memberi kesan terhadap bentuk muka, pergerakan, kemahiran motor.
Serebral Palsi juga boleh berkombinasi dengan gangguan epilepsi, mental, belajar,penglihatan, pendengaran dan komunikasi.


3. Ciri-Ciri
* Perkembangan motor kasar dan motor halus yang lambat
* Tindakan yang sepatutnya hilang masih kekal
* Berjalan dengan menjinjit atau kaki diseret
* Ketidaknormalan bentuk otot
* Lekukan pada spinal "jawbone" kepala kecil
* Penangkapan
* Sawan
* Percakapan komunikasi
* Deria yang lemah
* Kerencatan akal
* Masalah pembelajaran
* Masalah tingkah laku
4. Patologis
Kelainan tergantung dari berat asfiksia yang terjadi pada otak. Pada
keadaan yang berat tampak ensefalomasia multipel atau iskemia yang menyeluruh. Pada keadaan yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikluar substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri. Kelainan tersebut dapat fokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena.
5. Etiologi
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
1) Pranatal :
a) Malformasi kongenital.
b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
c) Radiasi sinar X.
d) Tok gravidarum.
e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
f) Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.
2) Natal :
a) Anoksia/hipoksia.
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
b) Perdarahan otak.
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c) Trauma lahir.
d) Prematuritas.
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
e) Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.
f) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3) Postnatal :
a) Trauma kapitis.
b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.
c) Kern icterus.
Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy.
Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.
Sedang1 faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun (Hagberg dkk 1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein, Hod, 1964).
6. Patofisiologi
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi).
7. Patogenesis
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.
Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel.
Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi.
8. Faktor Resiko
a. Prematuritas
b. Ikterus pada masa neonatus
c. Meningitis purulenta pada masa bayi
9. Manifestasi Klinis
a. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan.
Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
Golongan spastitis ini meliputi / 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
1) Monoplegia/ Monoparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
2) Hemiplegia/ Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
3) Diplegia/ Diparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.
4) Tetraplegia/ Tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
b. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
c. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus.
d. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
e. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
g. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
h. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
i. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
j. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
k. Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
l. Problem emosional terutama pada saat remaja.
10. Klasifikasi
Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli, tetapi pada kesempatan ini akan diajukan klasifikasi berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan fungsionil. Berdasarkan gejala klinis maka pembagian cerebral palsy adalah sebagai berikut:
1) Tipe spastis atau piramidal.
* Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a) Hipertoni (fenomena pisau lipat).
b) Hiperrefleksi yang djsertai klonus.
c) Kecenderungan timbul kontraktur.
d) Refleks patologis.
* Secara topografi, distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:
a) Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b) Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat.
c) Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.
d) Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
e) Triplegi apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dan kuadriplegi.
2) Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperrefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktunjarang ditemukan, apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris dan disantni.
3) Tipe campuran
Gejala-gejalanya merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional.
1) Ringan:
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari- hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2) Sedang:
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
3) Berat:
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.
11. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencari etiologi.
Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.
12. Penatalaksanaan
a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.
d. Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
e. Tindakan keperawatan
* Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko ( baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya . jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
* Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa konsultasi ke dokter.
f. Occupational therapy
Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya.
g. Speech therapy
Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli.
13. Pemeriksaan Penunjang
  1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi di tegakkan.
  2. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi. CSS normal.
  3. Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
  4. Foto rontgen kepala.
  5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
  6. Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental.
14. Komplikasi
1. Ataksi
2. Katarak
3. Hidrosepalus
4. Retardasi Mental
IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan [menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.
5. Strain/ ketegangan
Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia
6. Pinggul Keseleo/ Kerusakan
Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.
7. Kehilangan sensibilitas
Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.
8. Hilang pendengaran
Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.
9. Gangguan visual
Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.
10. Kesukaran btuk bicara
Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal, gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia.
11. Lateralisasi
Dominan pada anak [sebelum/di depan] [yang] normal nya dan yang di / terpengaruh oleh gejala hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat bicara
12. Inkontinensia
RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.
13. penyimpangan Perilaku
Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan.


15. Prognosis
Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia 20-25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30-35% dari semua pasien cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.
Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk seperti dikutip oleh Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabilitasi yang baik.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Kaji riwayat kehamilan ibu
b. Kaji riwayat persalinan
c. Identifikasi anak yang mempunyai resiko
d. Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
e. Monitor respon bermain anak
f. Kaji fungsi intelektual
g. Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan)
h. Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)
i. Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara.
j. Badan gemetar
k. Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.
l. Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara, terdapat kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta terdapat abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.
m. Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir.
n. Riwayat penyakit sekarang : Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan hebat- Hipotonia, Melempar/ Hisap makan, gangguan bicara /suara, visual dan mendengar.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
c. Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.
d. Ketidakteraturan perilaku anak.
e. Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
g. Gangguan persepsi sensori.
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.
i. Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.
j. Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
k. Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.
l. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan kognitif.
m. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi.
n. Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik.
o. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.


3. Perencanaan Keperawatan
DP. 1 : Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Tujuan :
* Klien mudah untuk bernafas
* Pengeluaran udara paksa tidak terjadi.
* Penggunaan otot tambahan tidak terjadi.
* Tidak terjadi dispnea.
* Kapasitas vital normal.
* Respirasi rate normal.
* Anak tidak mengalami aspirasi.
Intervensi :
  1. Kaji pola pernafasan.
  2. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi fowler/ kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat.
  3. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.
  4. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak.
  5. Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan jadwal yang tepat.
  6. Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas.
  7. Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen.
  8. Lakukan suction segera bila ada sekret
  9. Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum.
DP. 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor biologis.
Tujuan :
* Terpenuhinya intake nutrisi.
* Terpenuhinya energi.
* Berat badan naik.
Intervensi :
  1. Monitor status nutrisi pasien.
  2. Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.
  3. Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi.
  4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik.
  5. Informasikan pada keluarga, nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien.
  6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan , melibatkan orang lain yang berwenang.
DP. 3 : Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.
Tujuan :
* Menunjukan peningkatan kapasitas adaptif intracranial.
* Menunjukan status neurologist.
Intervensi :
  1. Pengelolaan edema serebral.
  2. Peningkatan perfusi serebral.
  3. Memantau tekanan intracranial.
  4. Memantau neurologist
DP. 4 : Ketidakteraturan perilaku anak.
Tujuan :
* Menunjukan tidak adanya perlambatan dari tingka perkembangan anak.
* Menunjukan termoregulasi.
Intervensi :
  1. Manajemen lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.
  2. Perbaikan kualitas tidur.
DP. 5 : Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.
Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury.
Intervensi :
1. Hindari anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh.
2. Perhatikan anak-anak saat beraktifitas.
3. Beri istirahat bila anak lelah.
4. Gunakan alat pengaman bila diperlukan.
5. Bila ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit
6. Lakukan suction.
7. Pemberian anti kejang bila terjadi kejang.
DP. 6 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.
Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
  1. Kaji respon dalam berkomunikasi.
  2. Ajarkan dan kaji makna non verbal.
  3. Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah.
  4. Jelaskan kepada anak dan keluarga mengapa anak tidak bisa berbicara atau memahami dengan tepat.
  5. Sering berikan pujian positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi.
  6. Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi.
  7. Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi.
  8. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara.
  9. Libatkan anak dengan keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi.
DP. 7 : Gangguan persepsi sensori.
Tujuan : Anak akan berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan.
Intervensi :
  1. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis anak.
  2. Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori, seperti deprivasi tidur, ketergantungan bahan-bahan kimia, pengobatan, penanganan, ketidakseimbangan elektrolit dan sebagainya.
  3. Pantau kemampuan untuk membedakan tajam/ tumpul, panas/ dingin.
  4. Tingkatkan jumlah stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai.
  5. Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan.
DP. 8 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot..
Tujuan : Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan
tidak mengalami kontraktur.
Intervensi :
1. Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek.
2. Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas.
3. Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot.
4. Lakukan terapi fisik.
5. Lakukan reposisi setiap 2 jam.
6. Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan aktivitas.
7. Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan.
8. Ajarkan cara duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain.
9. Ajarkan bagaimana cara menggapai benda.
10. Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh.
11. Ajarkan rom yang sesuai.
12. Berikan periode istirahat.
DP. 9 : Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.
Tujuan : Anak tidak merasa rendah diri ketika berkomunikasi.
Intervensi :
  1. Ajarkan cara berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang pendek.
  2. Ajarkan pendidikan kesehatan pada keluarga dan orang-orang disekitar.
  3. Kolaborasi dengan tenaga ahli fisioterapi.
DP. 10 : Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.
Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
  1. Kaji tingkat tumbuh kembang.
  2. Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah.
  3. Berikan aktivitas yang sesuai, menarik diri dan dapat dilakukan oleh anak.
DP. 11 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.
Tujuan : Anak akan menunjukkan tingkat kemampuan belajar yang sesuai.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pemahaman anak.
2. Ajarkan dalam memahami percakapan dengan verbal atau non verbal.
3. Ajarkan menulis dengan menggunakan papan tulis atau alat lain yang dapat digunakan sesuai kemampuan orangtua dan anak.
4. Ajarkan membaca dan menulis sesuai dengan kebutuhannya.
DP. 12 : Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas, perubahan kognitif.
Tujuan : Orangtua / keluarga menunjukkan pemahaman terhadap kebutuhan perawatan anak yang ditandai dengan ikut berperan aktif dalam perawatan anak.
Intervensi :
  1. Kaji tingkat kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
  2. Bantu dalam pemenuhan kebutuhan; makan-minum, eliminasi, kebersihan perseorangan, mengenakan pakaian, aktivitas bermain.
  3. Libatkan keluarga dan bagi anak yang kooperatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
DP. 13 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi.
Tujuan : Pengetahuan tercapai.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan orangtua.
2. Ajarkan orangtua untuk mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak.
3. Ajarkan tentang kondisi yang dialami anak dan terkait dengan latihan terapi fisik dan kebutuhan.
DP. 14 : Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi kronik.
Tujuan : Orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.
Intervensi :
  1. Ajarkan orangtua dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak.
  2. Tekankan bahwa orangtua dan keluarga mempunyai peranan penting dalam membantu pemenuhan kebutuhan.
  3. Jelaskan pentingnya pemenuhan kebutuhan bermain dan sosialisasi pada orang lain.
DP. 15 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.
Tujuan : Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.
Intervensi :
1. Kaji area yang terpasang alat penyokong.
2. Gunakan lotion kulit untuk mencegah kulit kering.
3. Lakukan pemijatan pada area yang tertekan.
4. Berikan posisi yang nyaman dan berikan support dengan bantal.
5. Pastikan bahwa alat penyokong atau balutan tepat dan terfiksasi.


DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Assuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Wilkinson, M. Judith. 2006. Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Internet:
Adnyana, I Made Oka. 2007. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Available from: http://www.cerminduniakedokteran.com. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2009.
Anggra. 2009. Cerebral palsi. Available from: http://sugengrawuh.blogspot.com. Diunduh pada 20 Juli 2009
Nn. 2006. Terapi bermain anak pada cerebral palsy. Available from: http://www.medicastore.com. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2009.
Nn. 2007. Asuhan Keperawatan Cerebral Palsi. Available from: http://www.wikipedia.com. Diunduh pada tanggal 20 Juli 2009.
Pamungkas, Brantas. 2008. Askep serebral palsi. Available from: http://brantaspamungkas.wordpress.com. Diunduh pada 20 Juli 2009
Way. 2008. Serebral Palsi (cerebral Palsy) (CP). Available from: http://Way_Learning.blogspot.com. Diunduh pada 20 Juli 2009